Surat Buat Mas Menteri

Penulis: Ardi Wijaya, S.Pd, M.Pd Mantan Sekjen Forum Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, selamat malam Mas Menteri, semoga Mas Menteri senantiasa dalam keadaan sehat, terhindar dari wabah penyakit yang sedang melanda kita saat ini.

Mas Menteri, persis ditengah wabah pandemi, hari ini merupakan salah satu momen sejarah masa lalu pada fase panjang perjalanan bangsa Indonesia. Ya, hari ini adalah Hari Pendidikan Nasional yang terus kita kenang setiap tanggal 2 Mei. Bagi saya, seremonial ini adalah kilas balik untuk merenungi pencapaian kita tentang keyakinan akan harapan dan mimpi bersama untuk masa depan pendidikan gemilang di seluruh pelosok nusantara.

Mas Menteri, seorang Ibu Guru Sejarah bercerita kepada saya tentang sejarah dibalik peringatan Hardiknas yang kita peringati setiap 2 Mei, bertepatan dengan kelahiran seorang tokoh pejuang pendidikan sejak zaman penjajahan. Dia adalah Raden Mas Soewardi Suryaningrat. Dari namanya kita kenal, beliau adalah keluarga keraton dan golongan priyayi pada kultur sosial masyarakat Jawa. Sosok yang sangat peduli dengan pendidikan masyarakat pinggiran. Kini kita mengenalnya dengan tokoh Ki Hajar Dewantara. buah pemikirannya sering dikutip dan menjadi kompas penuntun arah pendidikan kita. Nama yang dipilihnya untuk menghindari predikat bangsawan yang melekat pada dirinya.Sama rasa dan sama rata adalah prinsip yang kelak harus diwujudkan guna menghasilkan generasi yang secara universal mampu berfikir merdeka. Sejarah mencatat bahwa sebagian besar rentang kehidupan Ki Hadjar Dewantara diabdikannya untuk membangun kesadaran dan kecerdasan generasi Indonesia tentang pentingnya memiliki hidup yang memberi makna dan terus menebar nilai-nilai kebaikan.

Mas Menteri, kata Ibu Guruku, masalah pendidikan yang dihadapi Ki Hajar Dewantara pada saat itu sangat berat, ditengah masa transisi kemerdekaan, beliau menghadapi tantangan untuk mengikis sisa pendidikan kolonial yang selama ini memenjara pemikiran merdeka masyarakat bangsa yang telah lama terbelenggu penjajahan. Ciri doktrin pendidikan kolonial menekankan pada terbentuknya jiwa masyarakat Indonesia yang diselimuti keraguan untuk mengutarakan pendapat, memiliki kerangka berfikir yang dipenuhi oleh kekhawatiran dan rasa takut salah.

Mas Menteri, rendahnya budaya literasi di negara kita sangat erat kaitannya dengan kondisi fasilitas pendidikan kita saat ini. Kata Data menunjukan bahwa provinsi dengan kepemilikan perpustakaan Sekolah Dasar terendah adalah Papua, sebesar 31%. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah perpustakaan terendah berada di Maluku Utara sebesar 58,7%. Jumlah perpustakaan paling sedikit dari Sekolah Menengah Atas (SMA) terletak di Maluku Utara dengan kepemilikan 69,2%. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan jumlah perpustakaan terminim terletak di Nusa Tenggara Barat, hanya 53%.

Mas Menteri, jauh di ufuk timur Indonesia, disparitas menjadi fenomena klasik yang sampai saat ini masih menjadi momok bagi wajah pendidikan kita. Sangat memperihatinkan ditengah kucuran 20 persen dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara ternyata belum sepenuhnya memberikan perubahan yang signifikan.

Mas Menteri, saya ingin bercerita sedikit, bahwa setiap pukul 06.00 pagi, saya dan beberapa teman sejawatku harus berjalan kaki menempuh jarak 7 kilo meter untuk bisa merasakan hangatnya duduk menimba ilmu pada pendidikan formal. Naik turun lereng bukit dengan kaki telanjang, melewati hutan belantara dengan riang gembira, melawan arus menyebrangi sungai, tanpa lupa menenteng alat tulis dan seragam sekolah yang akan digunakan untuk mengikuti proses belajar. Ini adalah kegiatan rutin yang dilakukan 2 kali dalam sehari.

Mas Menteri, sesampainya di sekolah kami melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan buku cetak yang telah kusut sebagai bahan ajar dengan sampul yang telah kusam dan sobek, konon digunakan sejak zaman orde baru. Kondisi sekolah kami berdinding jelajah, atapnya yang terbuat dari pelepah rumbia yang mudah bocor menyebabkan kami sewaktu-waktu harus berkumpul pada sudut ruangan untuk menghindari tetesan air dari atap bangunan sederhana. Dengan fasilitas seadanya kami tetap memiliki keyakinan bahwa semua tempat adalah sekolah.

Mas Menteri, di sini saya belum sepenuhnya mengenal komputer, jauh dari sesuatu hal yang berbau teknologi, terasing dari bisingnya hiruk pikuk kota. Jangankan bisa berbicara Bahasa Asing, ngomong dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar kadang belepotan. Lidahku terasa kaku jika tiba-tiba harus mengucapkan bahasa asing yang terdengar ganjil ditelinga saya. Membedakan lock down dan download saja terasa rumit.

Mas Menteri, mengejar mimpi untuk bertahan dalam kondisi seperti ini kami lakukan hanya demi satu tujuan yakni bisa setara dengan saudara sebangsa yang terbilang cukup menikmati fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Bagaimana mungkin kita mengampanyekan untuk bisa setara dengan bangsa asing, jika ada anak bangsa yang lain masih mengejar kesetaraan dengan saudara sebangsanya sendiri.

Mas Menteri, rasanya asyik ketika membayangkan setiap pagi jika berangkat ke sekolah saya menunggu bus sekolah yang akan menjemput di lokasi yang jaraknya dekat dengan rumah. Rasanya akan sangat membahagiakan jika tiap saat ingin membaca buku, mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan bacaan bagus, suasana adem dan nyaman dengan beragam ilmu pengetahuan tersedia di sana. Bukankah buku adalah jendela dunia yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui peradaban manusia yang tidak dapat dijangkau dengan indera penglihatan.

Mas Menteri, tapi dibalik semua itu kami selalu percaya dan meyakini bahwa keterbatasan bukanlah hambatan yang dapat mengurung mimpi kami untuk bisa memberikan yang terbaik. Kami akan selalu berusaha semaksimal mungkin menempa diri menjadi generasi yang kelak akan memberi manfaat untuk kemajuan dan perkembangan negeri kita tercinta.

Mas Menteri, bukankah peradaban besar tak dibangun oleh banyak apalagi semua orang tapi oleh sedikit kelompok orang. Sejarawan Arnold Toynbee mengistilahkannya sebagai “Minoritas Kreatif” yaitu generasi yang kini berjuang dan lahir dari tempaan kerasnya seleksi alam dalam kehidupan. Generasi yang kelak akan selalu eksis dan selalu ada ketika semua orang lain telah tenggelam. Komunitas orang yang tak pernah mau berhenti berjuang untuk yang ia yakini ketika yang lain kelelahan, putus asa dan menyerah. Kami adalah sedikit orang yang terus mencari jalan bagi perbaikan dan perubahan ketika yang lain sudah merasa buntu dan kalah.

Mas Menteri, jika dapat didengar, ingin rasanya menitipkan harapan kepada Mas Menteri agar mampu mentransformasi kebijakan yang menyentuh seluruh komponen pendidikan yang tersebar diseluruh Indonesia. Kebijakan yang mampu dimiliki dan digenggam erat oleh semua, bukan kebijakan yang hanya dicicipi untuk sebagian orang.

Mas Menteri, diharapkan mampu mengikis disparitas yang selama ini terus menjadi penghambat kebijakan strategis pendidikan nasional. Menggenjot infrastruktur dasar sebagai modal fundamental untuk membentuk generasi yang mampu menggunakan teknologi secara bijaksana yang berbasis pada pemenuhan kebutuhan akademik.

Mas Menteri, jiwa muda serta semangat dan tekad yang anda miliki untuk mendobrak dan melakukan inovasi dengan meningkatkan peran teknologi dalam upaya mewujudkan kualitas, efisiensi dan administrasi sistem pendidikan menjadi lebih lebih baik adalah secercah harapan dari peliknya kesejangan pendidikan yang membentang dari Sabang sampai Merauke.

Mas Menteri, senyum khas dan optimisme dari Mas Menteri diharapkan menjadi pelita dalam gelapnya ruang pendidikan kita. Saya berharap suskes Mas Menteri dalam merintis dan mengembangkan bisnis startup, dapat diterapkan untuk membenahi potret pendidikan Indonesia yang membutuhkan manajemen kepemimpinan yang kreatif dan inofatif demi tercapainya pemerataan infrastruktur pendidikan.

Sekali lagi, Selamat Hari Pendidikan Nasional. Semoga Mas Menteri senantiasa sehat dan sukses untuk mewujudkan ide pendidikan Indonesia yang bertujuan menghasilkan generasi berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Generasi kompeten yang kelak akan membangun negerinya sendiri.

#SelamatHariPendidikanNasional

#Hadir&Mengalir