PPKM Darurat atau Darurat PPKM?

Ade C. Setyawan, Dosen STEINU Arridho Depok, PPKM Darurat
Ade C. Setyawan, Dosen STEINU Arridho Depok (Foto: Istimewa)

Pemerintah dalam mengatasi lonjakan kasus Covid-19 tentunya dalam posisi dilematis. Pada satu sisi Pemerintah ingin menekan laju penularan Covid-19, mengurangi kepadatan pada fasilitas isolasi, serta mengurangi jumlah orang yang masuk rumah sakit. Namun pada sisi lain dihadapkan pada kondisi ekonomi masyarakat.

Jika kita cermati, langkah Pemerintah melakukan PPKM Darurat terbukti dapat menekan laju penyebaran, hal ini dilihat dari mulai menurunnya angka positif Covid-19. Namun sayangnya keterlambatan dalam penyaluran jaring pengaman sosial dan bantuan berdampak pada keresahan masyarakat.

Kebijakan PPKM Darurat seharusnya secara system thinking harus clear. Misalnya ketika kebijakan PPKM Darurat dilakukan, orang akan cenderung di rumah, lonjakan pengguna pemesanan makanan online pasti akan meningkat. Jadi untuk driver ojek online atau layanan pemesanan makanan harus dikecualikan dari penyekatan. Kedua, ketika membatasi mobilitas, dampak yang terjadi harus diringankan sesegera mungkin. Termasuk urusan kebutuhan pokok. Untuk dua hal tesebut Pemerintah sudah mempertimbangkan kembali.

Oleh karenanya kebijakan PPKM Darurat harus dievaluasi dengan melihat GAP di lapangan. Selain itu, PPKM Darurat dapat dilakukan secara efektif jika diimbangi dengan kesadaran masyarakat. Hal ini dikarenakan akan berdampak pada cepat atau lambatnya pandemi berakhir. Tenaga Kesehatan juga harus diberikan “nafas” dalam menangani pasien agar tidak kelelahan.

Ruang lingkup fasilitas pelayanan kesehatan sebelum rumah sakit adalah Puskesmas. Sudah saatnya Pemerintah memperkuat Puskesmas dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. Bagaimanapun, Puskesmas merupakan layanan kesehatan yang dekat dengan masyarakat.

Pandemi Covid-19 juga merupakan sinyal dalam perbaikan layanan kesehatan masyarakat agar lebih kuat. Termasuk Puskesmas ke depan harus menjadi ujung tombak terkait urusan pelayanan dasar kesehatan masyarakat.

Untuk saat ini, tidak hanya PPKM Darurat, tetapi juga Darurat PPKM untuk dievaluasi kembali ditengah tekanan ekonomi masyarakat. Indonesia cukup beruntung memiliki masyarakat yang senang berbagi dan membantu sebagai ibu kandung kemanusiaan. Sehingga beban Pemerintah cukup diringankan, karena dengan sinergi seperti inilah negara kita menjadi kuat.

Banyak gerakan masyarakat secara lokal atau nasional yang harus diapresiasi tanpa harus diakuisisi Pemerintah. Misal pasukan pengawal ambulance atau yang biasa disebut escorting, gerakan ‘Jogo Tonggo’, gerakan borong dagangan umkm, gerakan saling jaga yang lebih mirip micro insurance. Dalam evaluasinya sebaiknya kebijakan PPKM Darurat juga harus memuat peran serta komunitas dalam penanganan peningkatan kasus pandemi Covid-19 gelombang kedua ini.

Ade C. Setyawan (Dosen STEINU Arridho Depok)