Hifzhunnafsi (Menjaga Keselamatan Jiwa) Salah Satu Alasan Ditundanya Pelaksanaan Ibadah Haji

Muhammad Sodiq
Muhammad Sodiq, Penyuluh Agama Islam Kota Depok. (Foto: Istimewa).

Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Karena masuk rukun atau pilar, ibadah ini tentu bukan ibadah yang remeh. Ia wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini meliputi kemampuan secara fisik, ekonomi, juga keamanan. Dengan bahasa lain, ketika seseorang sudah memiliki biaya yang mencukupi, kesehatan fisik yang memadai, dan kondisi aman yang memungkinkan ia sampai ke Tanah Suci, maka ia wajib melaksanakan ibadah tersebut.

Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 97 menyatakan:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Ayat ini menjadi pengingat pada kita sebagai umat Islam untuk selalu berusaha semaksimal mungkin bisa melaksanakan ibadah haji. Dengan menjalankan Rukun Islam yang kelima ini, tentu kita akan bisa menyempurnakan keislaman kita. Sehingga pergi ke Tanah Suci untuk berhaji selalu menjadi cita-cita dan impian umat Islam. Namun dalam ayat ini, Allah memberi catatan bahwa ibadah haji merupakan kewajiban bagi orang-orang yang mampu untuk menunaikannya.

Lalu pertanyaannya, apa kategori orang yang mampu dalam menjalankan ibadah haji? Para ulama membagi pengertian “mampu berhaji” menjadi dua kategori. Pertama adalah mampu melaksanakan haji dengan dirinya sendiri dan yang kedua adalah mampu melaksanakan haji dengan digantikan atau diwakilkan orang lain. Seseorang bisa disebut mampu melaksanakan ibadah haji dengan dirinya sendiri apabila memenuhi lima hal.

Pertama adalah kesehatan jasmani, tidak dalam keadaan sakit yang tidak memungkinkan dia melaksanakan ibadah haji.

Kedua, sarana transportasi yang memadai untuk bisa mengantarnya ke tanah suci dan kembali lagi ke tanah air dengan selamat.

Ketiga, aman dan terjaminnya keselamatan nyawa, harta, dan harga dirinya selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji.

Keempat, perginya perempuan dengan suami, mahram, atau beberapa perempuan yang dapat dipercaya dalam ibadah haji.

kelima rentang waktu yang memungkinkan untuk menempuh perjalanan haji.

Jadi bisa kita pahami bahwa kriteria mampu untuk berhaji bukan hanya terkait dengan kemampuan finansial, namun banyak yang perlu dipersiapkan untuk bisa dikatakan mampu berhaji. Jika seseorang sudah berusaha dan belum dapat mencukupi kriteria-kriteria mampu serta belum bisa melaksanakan ibadah haji, maka tidak ada dosa baginya. Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 286:

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا

Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya.”

Dalam Surah al-Maidah, Ayat 6 juga ditegaskan oleh Allah

مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ

Artinya: “Allah tidak menginginkan bagi kalian sesuatu yang memberatkan kalian.”

Namun demikian, kita patut berbahagia karena di Indonesia, semangat dan antusiasme umat Islam untuk berhaji sangatlah tinggi. Berbagai upaya dilakukan individu Muslim, baik secara moral maupun material untuk dapat segera bisa berangkat ke Tanah Suci.

Namun kita ketahui bersama bahwa dua tahun terakhir ini pelaksanaan ibadah haji terhambat oleh pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum juga mereda. Kita bisa lihat sendiri melalui siaran langsung televisi dan dari informasi dari berbagai media jika Arab Saudi pun terdampak Covid-19. Kita bisa saksikan kondisi yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan siapa pun. Masjidil haram yang biasanya dipenuhi ratusan ribu jamaah, kini cenderung sepi dan agak dibatasi. Jamaah yang masuk harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat, termasuk juga tidak berbeda keadaan di Masjid Nabawi Madinah. Kondisi pandemi Covid-19 ini juga menjadikan Pemerintah Arab Saudi tidak memberi kesempatan kepada orang di luar negaranya untuk melaksanakan ibadah haji dan Umroh.

Bukan hanya Indonesia, seluruh negara di dunia tidak diperkenankan mengirimkan jamaah hajinya pada 2021. Kebijakan ini pun dilakukan Arab Saudi kembali pada tahun 2021 ini sehingga Pemerintah Indonesia pun telah memutuskan untuk tidak memberangkatkan calon jamaah haji. Akan tetapi kondisi ini tidak boleh menurunkan semangat umat Islam untuk terus berusaha dan berdoa guna mewujudkan impian kita bisa beribadah di Tanah Suci. Sudah bisa dipastikan umat Islam, khususnya para calon jamaah haji yang memang sudah saatnya diberangkatkan, merasakan kesedihan atas pembatalan haji ini.

Pelaksanaan haji boleh tertunda tapi niat harus tetap kuat di dalam hati kita. Kerinduan untuk mengunjungi Baitullah seyogianya terus ada dalam hati kita. Baik bagi orang yang sudah menunggu antrean berangkat maupun baru berikhtiar menabung untuk itu. Kita harus mampu mengambil hikmah atas kondisi ini dan berdoa semoga dengan ditundanya ini tidak mengurangi sama sekali makna niat kita untuk melaksanakan ibadah haji. Perlu kita sadari bahwa salah satu tujuan dari beragama atau maqashidus syari’ah adalah hifdhun nafs, menjaga keselamatan jiwa. Menjaga keselamatan adalah sesuatu yang tidak bisa ditunda. Kaidah fiqih juga menegaskan bahwa:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Upaya menolak kerusakan harus didahulukan daripada upaya mengambil kemaslahatan.”

Dengan pertimbangan keselamatan jiwa warga negaranya di tengah pandemi Covid-19 yang terjadi secara global inilah, pemerintah Indonesia mengambil keputusan yang berat ini. Oleh karena itu, Marilah kita berdoa semoga kondisi ini segera berlalu dan dapat kembali normal. Mari terus berdoa semoga pandemi Covid-19 segera berakhir dan kehidupan khususnya kegiatan ibadah kita dapat kembali berjalan dengan normal seperti biasa. Kita sangat merindukan pelaksanaan ibadah haji bisa dilakukan dengan normal kembali. Semoga Allah mengijabah doa kita semua. Amin.

Muhammad Sodiq (Penyuluh Agama Islam Kota Depok)