Eksistensi Partai Politik Sebagai Kontrol Pemerintahan di Tengah Pandemi COVID-19

Mita Ayu Andiyani (Mahasiswi Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia)
Mita Ayu Andiyani (Mahasiswi Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia)

DEPOKNETWORK.COM – Laporan Worldmeters menunjukan total kasus positif COVID-19 dunia telah mencapai 181,86 juta kasus pada senin, 28 Juni 2021. Sementara, Negara Indonesia menduduki peringkat ke -17 dengan total 2,11 juta kasus positif corona. Jumlah kasus harian covid-19 di Indonesia tercatat terus mencetak rekor tertinggi dalam beberapa hari terakhir. Sydney Morning Herald (SMH) menyebut bahwa Indonesia berpotensi menjadi episentrum virus corona dunia. Media itu menyoroti betapa, tingginya kasus infeksi harian di Indonesia yang mencapai 1.000 dalam beberapa hari terakhir dan tingginya tingkat kematian akibat kasus corona.

Keadaan ini menjadi saksi bisu, betapa tidak sempurnanya penanganan COVID-19 yang melanda Indonesia. Tidak meratanya jumlah COVID-19 dan pengujian terhadap COVID-19 menunjukan kegagapan pemerintah Indonesia dalam menangangi COVID-19.  Sejak kasus pertama positif COVID-19 di Indonesia pada awal Maret 2020 diumumkan, pemerintah terus berupaya merumuskan beragam kebijakan untuk menyetop penyebaran virus ini, termasuk menetapkan status darurat nasional COVID-19.

Namun, berbagai upaya pemerintah dalam menangani bencana non alam juga tak lepas dari drama politik yang penuh tarik ulur antar politisi. Sejak pertama kali dunia mengumumkan kasus COVID-19 dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi virus tersebut sebagai pandemi global, Indonesia telah mengalami berbagai informasi yang membingungkan dan kesalahan kebijakan dalam menangani COVID-19. Status pandemi global berarti penyebaran dan ancaman virus ini telah melampaui batas antar negara. Implikasinya, semua negara dan masyarakat internasional semakin waspada. Kepanikan dan kecemasan memang sudah sewajarnya menjadi ciri masyarakat internasional, termasuk di Indonesia. Dalam hal ini, posisi tegas pemerintah dan dukungan seluruh elit dan aktor politik menjadi sangat penting dan menjadi solusi yang ditunggu-tunggu masyarakat.

Meski masyarakat saat ini sangat mengharapkan posisi pemerintah yang jelas, faktanya justru sebaliknya. Berdasarkan Riset yang dilakukan oleh LP3ES berkaitan dengan sikap pemerintah Indonesia terhadap COVID-19, antara 1 Januari hingga 5 April 2020. Terdapat 37 kali salah memberikan informasi terhadap masyarakat berkaitan dengan pandemi COVID-19. Sebut saja bagaimana para pejabat-pejabat Indonesia yang cenderung menggampangkan COVID-19. Seperti contoh orang Indonesia kuat, masker hanya digunakan oleh orang sakit. Adalah sedikit bukti bagaimana komunikasi politik pemerintah terhadap masyarakat gagap dan gugup mengakibatkan masyarakat kebingungan.

Secara garis besar, Firmanzah (2011, hal. 70) menyebutkan bahwa “peran dan fungsi partai politik dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal.” Dalam fungsi internal, partai politik berperan dalam pembinaan, pendidikan, pembekalan, dan pengaderan bagi anggota partai politik demi langgengnya ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian partai politik tersebut. Sedangkan dalam fungsi eksternal peranan partai politik terkait dengan ruang lingkup yang lebih luas yakni masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini karena partai politik juga mempunyai tanggungjawab konstitusional, moral, dan etika untuk membawa kondisi, dan situasi masyarakat menjadi lebih baik. Secara lebih rinci Budiarjo (2008) menyebutkan bahwa fungsi partai politik adalah sarana komunikasi politik, sarana sosiali olitik, rekrutmen politik, pengatur konflik.

Memang, meski sudah terlambat, beberapa partai politik telah berkontribusi dalam memerangi wabah tersebut. Dari beberapa akun media sosial politisi, akun resmi partai politik, dan beberapa pemberitaan di media, terlihat bahwa partai politik telah membantu pengadaan dan pendistribusian tenaga kesehatan dan alat pelindung diri (APD). Komunitas yang lebih luas. Namun, dengan munculnya beberapa sikap dan data pemerintah yang membingungkan, seharusnya parpol dapat memainkan peran lebih jauh dari sekedar mendistribusikan alat pelindung diri dengan identitas partai dan atribut identitas politisi tertentu.

Seperti yang kita ketahui bersama, partai politik di negara demokrasi memiliki fungsi ganda. Namun, perhatian publik seringkali hanya terfokus pada fungsi partai yang terkait dengan mekanisme pemilu, seperti rekrutmen politik, komunikasi politik, dan sosialisasi politik. Partai politik juga memiliki fungsi dan kewajiban untuk mengontrol pemerintah dan menjadi sarana penengah konflik. Pada saat-saat seperti itu, partai dituntut untuk mampu tampil di depan publik sebagai partai politik, membangun jembatan untuk kepentingan sosial, dan menyampaikan kepentingan tersebut kepada pemerintah, mengurangi perbedaan kepentingan di dalam pemerintahan, dan bermanfaat bagi masyarakat. Fungsi ini perlu dilaksanakan oleh pihak dalam rangka menciptakan rasa damai dan aman bagi masyarakat Indonesia yang hampir seluruhnya terdampak bencana non alam COVID-19

Partai politiklah yang bertindak sebagai perantara dalam proses-proses pengambilan keputusan bernegara, yang menghubungkan antara warga Negara dengan institusi-institusi kenegaraan. Menurut Robert Michels dalam bukunya, Political Parties, A Sosiological Study of Oligarchical Tendencies of Modren Democracy, “… organisasi merupakan satu-satunya sarana ekonomi atau politik untuk membentuk kemauan kolektif. Fungsi partai politik untuk mengontrol pemerintah dan membantu mengingatkan serta menyesuaikan kebijakan pemerintah perlu dimainkan. Tentu saja, ketika memutuskan setiap keputusan politik, akan ada konflik kepentingan dan kekuatan politik.

Kesalahan atau kekeliruan yang tidak untuk kepentingan masyarakat juga sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, di sinilah parpol perlu hadir sebagai wakil masyarakat, yang mengontrol kinerja pemerintah dan membatasi penyalahgunaan kekuasaan yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat. Mengawasi implementasi kebijakan yang dihasilkan juga merupakan tanggung jawab yang tidak boleh dilupakan oleh partai politik.

Ketimpangan dalam pembentukan kebijakan akibat pandemi COVID-19, sepatutnya menjadi peran dari pada partai politik untuk melakukan pengaturan konflik sebagaimana fungsi kehadiran partai politik. Ditengah kegentingan bahwa besarnya potensi Indonesia menjadi Episentrum COVID-19 maka perlu untuk mengambil bagian sebagai jembataran antara Negara dan Warganya, sesuai peranan yang disampaikan oleh Robert Michael tentang fungsi partai politik jembatan antara instutsi kenegaraan dan warganya.

Oleh karena itu, dalam situasi darurat bencana seperti ini, kehadiran partai politik sangat diperlukan, hal ini tidak hanya bersifat secara materil dan eksistensial dengan pendistribusian logistik terhadap masyarakat. Partai politik harus segera bertindak sebagai control daripada pemerintah untuk memberikan informasi yang sesungguhnya agar tidak menjadi polemik dalam masyarakat. Situasi dimana masyarakat dalam keadaan percaya dan tidak percaya terhadap COVID-19 merupakan salah satu contoh nyata yang harus ditindaklanjuti oleh partai politik, sebagai fungsinya memberikan pendidikan politik dan komunikator politik terhadap masyarakat.

Dengan kehadiran jaringan para kadaer partai politik yang tersebar secara luas dan massif hingga tingkat RT/RW, sudah seyogyanya partai politik berperan dan berfungsi sebagai pemberi informasi terhadap COVID-19, sehingga diharapkan bahwa pandemi ini cepat dilalui. Sebagai mana contoh lain selain melalui gerakan masif kader di tingkat bawah, partai politik dapat mendorong seluruh kader mereka yang menduduki kursi Anggota Legislatif untuk memotong gaji mereka, dan memberikan 50% Pokok-Pokok Pikaran (Pokir) mereka untuk penanganan COVID-19. Jika hal-hal seperti ini dilakukan oleh partai politik di Indonesia, maka penanganan covid akan terintegasi secara terstruktur. Namun faktanya, kordinasi antara partai politik pusat dan daerah sangat buruk, sehingga menyebabkan terjadinya miss komunikasi dan informasi terhadap penanganan COVID-19.

Kinerja partai politik saat ini tak hanya dilihat publik dari seberapa besar partai memberikan bantuan sosial di masyarakat, tetapi juga seberapa jauh partai menjalankan fungsinya dalam proses pembuatan dan kontrol kebijakan terkait isu COVID-19. Hal ini patut disoroti terutama melihat perkembangan banyaknya problem kebijakan yang berkaitan dengan COVID-19, baik di tingkat nasional maupun daerah. Karena itu, partai politik harus menegaskan kepada setiap kadernya, terutama yang menjadi pimpinan dan pejabat eksekutif maupun anggota legislatif, untuk selalu mengutamakan kepentingan publik dan nilai kemanusiaan dalam menangani wabah COVID-19 ini, serta menanggalkan jauh-jauh kepentingan politik masing-masing.

Pandemi covid ini perlu disikapi oleh setiap partai politik dengan jeli, perjuangan ini bukan hanya semata-mata demi electoral partai atau mengusung calon di 2024. Ketidakcakapan pemerintah dalam menyikapi pandemi COVID-19 yang terus berlarut-larut tak kunjung reda seharusnya menjadi perhatian serius para kader-kader partai yang duduk di kursi legislatif untuk memberikan kontrol terhadap pemerintahan. Kasus yang paling serius adalah terjadinya mega korupsi bansos, dimana menjadi polemik besar dalam masyarakat, isu-isu seperti ini akan mendorong terjadinya integritas partai politik dalam bersikap dan mendapatkan dukungan dari konstituen.

Saya berpedapat bahwa sudah seharusnya partai politik menjalakan fungsi dan perananan terhadap pemerintahan. Hal ini menyangkut bahwa pandemi covid menyangkut kehidupan orang banyak, dengan rasio kasus 1.000 per hari dan dimana masyarakat frustasi dengan cara pemerintah menyikapi pandemi. Partai politik harus mengambil langkah strategis, sebab ini akan menjadi pertarungan elektoral partai, siapa yang mendapatkan apresiasi publik dia akan menguasai panggung politik di 2024. Kebijakan partai politik terhadap penanganan COVID-19 akan menaikan citra partai di masyarakat, sebagai bagian daripada komunikasi politik antara partai dan konstituen.

Akan tetapi,  pilihan itu ada di tangan para elit partai mau diarahkan kemana setiap partai politik, menjadi penolong di tengah pandemi, atau menjadi hancur dengan sikap dan kebijakan pandemi. Partai politik selalu menginginkan hasrat kekuasaan karena begitulah tujuan partai dengan sikap pragmatisme yang memang selama ini sudah mendarah daging dalam opini publik terhadap partai politik. Pilihan untuk memperbaiki citra yang melekat dalam masyarakat tidaklah buruk, dan momentum pandemi COVID-19 akan menjadi kesempatan besar bagi partai untuk unjuk gigi di hadapan publik.(ed)

*(Tulisan ini adalah pandangan pribadi)

Oleh : Mita Ayu Andiyani
Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia