Ragam  

Paham Bukan Sekedar Hafal Ilmu Al Quran

Gambar: Ilustrasi
Gambar: Ilustrasi

DEPOKNETWORK.COM, Depok – Memahami Al-Quran itu tidak sederhana. Imam al-Ghazali, seseorang ulama ijithad dalam karya magnum opusnya, “Ihya Ulum al-Din”, menulis: “Ketahuilah, bahwa orang yang berpendapat bahwa Al-Qur’an tak punya makna kecuali makna literal, maka dia sedang memberitahu tentang keterbatasan pengetahuan dirinya. Pemberitahuan itu benar tentang/bagi dirinya. Tetapi dia keliru dalam keputusannya yang mengharuskan semua orang meyakini seperti dirinya.

Banyak informasi dari nabi dan para sahabatnya yang menyatakan bahwa makna Al Quran itu maha luas dalam pandangan orang- orang yang memiliki pengetahuan yang mendalam.

Sahabat Ali bin Abi Thalib mengatakan: Rasulullah saw bersabda: “Al Quran mempunyai makna lahir (literal), batin (rasio legis), had (tujuan akhir/maqashid), dan mathla’ (cahaya Tuhan) “. Lalu apa dan siapa yang dimaksud orang-orang yang sholih dan mengamalkan ilmu Qurannya?

Syeikh Syams Tabrizi menyampaikan kepada Maulana Rumi kaidah ke 3 dalam buku 40 Kaidah Cinta. Setiap pembaca al Qur-an memahami ayat-ayatnya berbeda-beda sesuai dengan pengetahuannya.

Di dalam hal ini ada empat tingkatan. Tingkatan pertama memahaminya secara literal (makna luar) Ini adalah pemahaman mayoritas manusia. Tingkat kedua memahaminya menurut makna yang ada di dalamnya. Tingkat ketiga memahami makna dan isi kandung an dari album al Qur’an. Tingkatan ke empat adalah makna yang tersembunyi di ruang paling dalam yang tidak mungkin diungkapkan dengan kata-kata.

Diantara perkara penting dalam mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah “pemahaman” (al-fahmu). Yaitu, kita diberikan pemahaman tentang apa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala dan juga apa yang diinginkan (dimaksudkan) oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini karena mayoritas manusia diberikan ilmu, namun tidak diberikan pemahaman (al-fahmu).

Tidaklah cukup bagi seseorang kalau hanya menghapal Al-Qur’an dan menghapal hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mudah baginya, namun tidak memiliki pemahaman yang cukup terhadapnya.

Betapa banyak orang yang berdalil dengan ayat Al-Qur’an atau hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, sehingga dengan itu mereka pun terjatuh dalam kesesatan.

Oleh karena itu, satu hal yang perlu diingat adalah bahwa kesalahan dalam pemahaman itu lebih berbahaya daripada kejahilan (tidak berilmu sama sekali). Hal ini karena seseorang yang bodoh, kemudian terjatuh dalam kesalahan, dia tahu bahwa dia tidak berilmu (bodoh) sehingga hal itu mendorong dirinya untuk belajar.

Adapun orang yang salah dalam pemahaman, dia mengira bahwa dirinya orang yang berilmu. Dia juga mengira apa yang dia pahami itu adalah apa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Al-Qur’an merupakan pedoman pertama dan utama bagi umat Islam. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Adapun tujuan diturunkannya al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi manusia dengan maksud agar manusia bisa keluar dari era kegelapan menuju era yang terang benderang.

Maka siapa yang ingin mendapatkan kemuliaan di sisi Allah, pelajarilah al-Qur’an dan beramal-lah dalam kehidupan ini sesuai petunjuk-petunjuk yang ada di dalam al-Qur’an.

Allah telah menjanjikan kepada umatnya akan memudahkan al-Qur’an, bagi siapa saja yang giat untuk mempelajarinya dan mengamalkannya, sebagaimana Allah berfirman yang artinya: ‘‘Dan sesungguhnya telah kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?‘‘.

Ayat tersebut telah menjelaskan bahwa janji Allah itu pasti, tentu ini menjadi renungan bagi kita supaya kita benar-benar ikhlas dalam mempelajari al-Qur’an, bertujuan untuk menggapai ridhonya Allah, agar mendapatkan nikmat dari kemudahan dalam membaca, menghafal, muroja’ah serta dapat memahami makna yang terkandung di dalam al-Qur’an.

Maka para penghafal al-Qur’an di berbagai kesibukannya tetap menyisihkan sebagian waktu mereka untuk menghafal, contohnya seperti pelajar di SMP dan SMA di waktu luang mereka menghafal, ada yang kuliah dan kerja sambil menghafal, ada guru sekolah di saat waktu istirahat mereka menghafal, dan berbagai profesi lainnya yang punya kesibukan masing-masing.

Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah bagaimana cara kita dalam belajar tentang kebiasaan. Kebiasaan adalah perilaku yang dijalankan secara teratur dan terus menerus, dalam hal ini, seorang penghafal al-Qur’an harus mengubah berbagai kebiasaan-kebiasaan yang akan menghambat target hafalan al-Qur’an mereka, dengan cara memperbaiki perilaku-perilaku kecil yang tidak berfaedah, memang kelihatannya itu adalah hal sepele yang harus dilakukan.

Namun efeknya sangatlah begitu besar bagi kehidupan penghafal Quran ke depannya, seperti lebih fokus pada mengatur diri sendiri, tidak terlalu sibuk dengan hal duniawi, membuat jadwal rutinitas menghafal Al-Quran, menjaga lingkungan tetap bersih dan rapi supaya senantiasa mendapatkan suasana nyaman dalam menghafal, dan lain sebagainya.

Ketika kita berhasil mengumpulkan kebiasaan-kebiasaan kecil tadi dengan konsisten, maka itu akan mengantar kita kepada hasil akhir yang tak dapat kita bayangkan. Perubahan pola pikir seperti ini bisa membantu mengubah perasaan-perasaan yang dikaitkan dengan kebiasaan atau situasi tertentu.

Langkah berikutnya, ketika kita sudah mulai menghafal al-Qur’an maka niat kan dalam hati dan yakinkan bahwa kamu bisa dan mampu, juga tanamkan mindset bahwa Al-Quran itu mudah untuk dihafal, sebelum menghafal alangkah baiknya kita membaca istighfar dan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.(ed)

 

Oleh: Aldi Saputra – Mahasiswa STEI SEBI

(Tulisan ini adalah opini pribadi Penulis)