Ragam  

Mengetahui Paradigma Tata Kelola Syariah Lembaga Keuangan Islam

Keterkaitan antara tata kelola perusahaan dan kebutuhan akan tata kelola syariah pada lembaga keuangan Islam (IFI) membutuhkan regulasi yang bersifat khusus selain peraturan umum tata kelola perusahaan. Untuk mencapai efektivitas, tata kelola harus mencakup akuntabilitas, terutama dalam memastikan kesesuaian praktik keuangan Islam dengan prinsip-prinsip Syariah baik secara eksplisit maupun implisit. Karena kepatuhan terhadap syariah memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan pelanggan IFI dan mendorong mereka untuk menggunakan produk dan layanan keuangan Islam. Dalam analisis tentang tantangan kelembagaan dan operasional tata kelola bank syariah di Nigeria, analisis tersebut menyoroti perlunya memiliki kerangka peraturan yang spesifik dan berbeda untuk tata kelola syariah. Kerangka tersebut harus bersifat independen dan berbeda dari kerangka hukum yang berlaku saat ini, serta dari kerangka hukum bayangan yang mungkin disediakan oleh bank sentral (CBN).

Tata kelola syariah merupakan elemen penting keuangan islam sejak tahun 1970, hal tersebut dikarenakan tata kelola syariah dapat memberikan kesempatan kepada keuangan Islam (IFI) untuk mengembangkan proses serta produk yang memiliki tujuan untuk keadilan sosial, kesetaraan dan keberlanjutan. Seiring berjalannya waktu, fokus dari tata kelola syariah terus meningkat terutama di pasar seperti Malaysia, Bahrain, Pakistan, Oman dan Kuwait. Keuangan Islam yang terdiri dari tujuan-tujuan syariah memiliki kaitan yang baik dengan keuangan yang bertanggung jawab atas sosial. Keuangan Islam memiliki kapasitas yang dapat menciptakan nilai-nilai yang bermanfaat dan mencegah kerugian bagi umat manusia, dengan demikian keuangan Islam dapat mewujudkan Sustainable Development Goals UNDP (SDGs).

Berdasarkan paradigma dan landasan teori tersebut, keuangan Islam memiliki empat prinsip unik, yaitu :

  • Pembagian risiko
  • Semua bisnis dan operasional harus memiliki kaitan dengan perekonomian riil kegiatan (materialitas)
  • Usaha dan operasional tidak boleh bersifat eksploitatif, sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan bagi salah satu pihak
  • Kegiatan berdosa yang tidak dibiayai

Tata kelola syariah menjadi persyaratan tambahan lembaga perbankan dan keuangan islam (IFI) untuk memastikan bahwa IFI menjalankan fungsi intermediasi keuangan sesuai kebutuhan dan peran individu serta entitas perekonomian. Oleh karena itu, tata kelola IFI secara keseluruhan akan didasarkan pada CAMELSS (kecukupan modal, kualitas aset, manajemen, pendapatan, likuiditas dan sensitivitas dengan tambahan “S” sebagai lambang keterangan yang mengesahkan syariah) yang digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur manajemen risiko dan profitabilitas bank. Karena arah strategis perlu diselaraskan untuk selalu memenuhi prinsip-prinsip syariah.

Tata kelola syariah yang tidak efisien dapat membawa dampak negatif pada keuangan Islam. Hal ini dapat mengintensifkan konvergensi keuangan syariah dengan sistem perbankan dan keuangan konvensional. Lembaga keuangan Islam semakin berperan sebagai pelengkap bagi lembaga keuangan konvensional. Pandangan ini diungkapkan bahwa suatu kerangka tata kelola yang kokoh bagi lembaga keuangan Islam akan berfungsi sebagai lapisan tambahan untuk memperkuat tata kelola mereka, dengan konsekuensi meningkatkan integritas sistem intermediasi keuangan Islam secara keseluruhan. Hal ini akan melibatkan adopsi paradigma baru yang mencakup prinsip-prinsip berbasis nilai, kesetaraan dan berasaskan agama.

Sayangnya, menurut (Ayub et al., 2023) bank syariah telah gagal menerapkan nilai-nilai etika seperti pemerataan, keadilan, transparansi dan kesejahteraan yang lebih luas. Sehingga masih banyak produk bank syariah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal tersebut menyebabkan kerugian bagi kredibilitas atau integritas konsep keuangan Islam dan menimbulkan kekhawatiran atas reputasi sistem yang sedang berkembang.

Sehingga penelitian (Ayub et al., 2023) menekankan perlunya strategi baru yang melampaui paradigma saat ini, yaitu mematuhi kontrak Islam secara hukum dan menciptakan undang-undang serta prosedur baru yang mendukung tujuan syariah. Ini mencakup inisiatif peningkatan kapasitas, pertimbangan keberlanjutan seperti ESG, serta strategi untuk mendorong kewirausahaan, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pendekatan ini akan membantu regulator, penasihat syariah dan bank-bank Islam menerapkan paradigma keuangan berbasis nilai dan berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, mengurangi risiko lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan umum.

Berdasarkan teori organisasi, penelitian ini menyoroti tiga area etika dan norma yang perlu difokuskan dalam pengembangan prinsip tata kelola baru, yaitu kode etik terkait IFP secara individu, norma yang berkaitan dengan semua kelompok termasuk organisasi (bank/IFI) dan undang-undang yang diperkenalkan oleh otoritas hukum dan peraturan terkait. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran negara dalam mendorong masyarakat yang lebih adil tetap penting. Namun, kolaborasi internasional semakin krusial untuk menjaga masa depan global yang terhubung erat. Pembuat kebijakan dan regulator perlu memahami fenomena alam yang membutuhkan pertumbuhan dan kesejahteraan bersama.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paradigma yang mencakup ekosistem keuangan yang berorientasi pada nilai membutuhkan suatu rangkaian disiplin, akuntabilitas, dan tata kelola yang komprehensif. Hal ini diperlukan agar pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan dapat efektif terlaksana sesuai dengan jadwal yang jelas, serta diarahkan dan diawasi oleh regulator.

Dengan adanya paradigma tata kelola syariah lembaga keuangan Islam, dapat memberikan panduan bagi pembuat kebijakan, regulator, peneliti dan praktisi keuangan. Hal tersebut dapat digunakan untuk menyelaraskan sektor perbankan dan keuangan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Serta dapat mendorong kesetaraan melalui tata kelola dan akuntabilitas untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Oleh: Shabrina Syifa Qolbiyah – Mahasiswi STEI SEBI