Ragam  

Guru Adalah Kawan Perubahan

Ahmad Hidayat, M.Pd
Ahmad Hidayat, M.Pd, Guru SDN Tugu Selatan 03 Jakarta Utara & Ketua Ikatan Alumni PGSD UNPAK. (Foto: doc. pribadi)

Perubahan adalah hal yang tidak bisa ditolak. Kodrat manusia sebagai makhluk yang diberi akal pikiran luas oleh Sang Pencipta membuat perubahan terasa seperti air yang mengalir, terus bergerak dan terus mencari celah. Mulai dari ambisi ataupun tentang bagaimana cara kita untuk terus menikmati kemudahan demi kemudahan. Dan dari sana, perubahan terjadi. Setiap perubahan biasanya diiringi oleh kemajuan teknologi. Semakin maju teknologinya maka akan berbanding lurus dengan besarnya perubahan. Kemajuan teknologi juga didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan, dan yang menjadi pelopor kemajuan ilmu pengetahuan adalah guru. Menjadi guru adaptif di era perubahan adalah kunci untuk membuka perubahan itu sendiri. Guru adaptif biasanya akan berpikir kreatif dan inovatif. Guru kreatif dan inovatif akan menjadi guru inspiratif, baik bagi rekan guru yang lain ataupun menjadi sumber inspirasi bagi siswanya.

Menjadi sumber inspirasi berarti harus menjadi sumber perubahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru adalah kawan perubahan. Dulu, kelas adalah ruang akademik yang terbatas, sekarang kelas tidak hanya menjadi ruang akademik, tapi juga ruang untuk mengeksplore imajinasi. Dulu, menghafal adalah kewajiban, sekarang memahami dan memaknai adalah yang utama. Dulu, komputer hanya ada di laboratorium komputer, sekarang komputer ada di setiap tangan siswa dan guru. Guru yang tidak bisa berkawan dengan perubahan maka akan terpenjara dengan narasinya sendiri.

Ki Hadjar Dewantara pernah mengatakan bahwa “dengan ilmu kita menuju kemuliaan”. Mengutip dari raharja.ac.id (2020) salah satu syarat ilmu menurut NS. Asmadi adalah kumulatif berkembang dan tentatif. Ilmu dan pengetahuan terus berkembang dan bertambah, maka kita kenal dengan istilah ilmu pengetahuan baru. Sifat tentatif dimaksudkan bahwa ilmu pengetahuan yang salah harus di ganti dengan yang benar, artinya kemungkinan-kemungkinan perubahan dalam ilmu pengetahuan bisa saja terjadi. Dan perubahan itu menjadi aset bagi guru untuk kemudian berbenah diri dan menyiasati dengan pemikiran-pemikiran inovatif dan adaptifnya.

Sebagai contoh, manusia pernah percaya bahwa bumi adalah pusat tata surya (teori geosentris). Lalu ilmu astronomi mematahkan itu semua, dan kini kita paham bahwa pusat tata surya adalah matahari (teori heliosentris). Contoh terdekat misalnya saat guru mengajar secara daring (dalam jaringan), terjadi pola perubahan dalam strategi mengajar, istilah yang dipakai biasanya synchronous (real time) dan asynchronous (penugasan). Pembelajaran sangat tergantung pada penggunaan aplikasi zoom, google meet. goole clasroom, zenius, canva, quizizz dan aplikasi pendukung pembelajaran jarak jauh lainnya.

Seandainya perubahan pada strategi dan pola mengajar yang baru ini tidak dicermati dan disiasati dengan pemikiran adaptif, kreatif dan inovatif, maka dapat dipastikan siswa akan mendapatkan pembelajaran yang jauh dari kata bermakna atau bahkan siswa sama sekali tidak belajar. Tidak hanya itu, perubahan yang jauh lebih penting lagi adalah bagaimana keadaan ini bisa menumbuhkan semangat belajar bagi siswa. Maka guru tidak hanya cukup menguasai aplikasi aplikasi pembelajaran jarak jauh tetapi juga harus menguasai dan mengondisikan kelas digitalnya. Beruntungnya saat ini kebijakan pembelajaran tatap muka secara terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat mulai kembali diperbolehkan.

Lalu kemudian muncul pertanyaan, bagaimana guru menyikapi perubahan demi perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan dewasa ini? Menurut hemat penulis, ada dua hal yang harus dipahami dan dikuasasi oleh guru saat ini. Pertama adalah pemahaman tentang pembelajaran, komptensi siswa dan kompetensi guru di abad 21 ini. Kedua adalah tentang pengalaman dan pembelajaran yang dapat kita ambil selama menjadi guru.

Pembelajaran abad 21 misalnya, mengusung konsep 4c yakni creativity&inovation, communication, critical thinking-problem solving, dan collaboration. Sementara untuk kompetensi siswa saat ini mengacu pada istilah “way of thinking, skill for living in the world, way of working, dan tool of working”. Terakhir mengenai kompetensi guru saat ini adalah life long learning, menerapkan pendekatan differensial, kreatif dan inovatif, reflektif, dan kolaboratif. Itulah sedikit rangkuman mengenai pembelajaran, kompetensi siswa dan guru pada abad 21 yang saat ini sedang berlangsung.

Pengalaman dan proses pembelajaran pada saat berkarir menjadi guru dapat juga dijadikan referensi yang kuat untuk menentukan sikap dalam menghadapi era disrupsi (perubahan). Penulis sendiri memiliki sedikit pandangan mengenai hal ini. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diupgrade oleh para guru agar menjadi guru adaptif dan inspiratif. Yakni:

  1. Pengajaran, Mengajar dan mendidik adalah tugas utama seorang guru. Maka sangat wajar jika pengajaran menjadi bagian penting yang harus diperhatikan dan dikembangkan dalam segi teknik dan pengetahuan. Beberapa hal yang menurut hemat penulis sangat-sangat penting untuk diasah dan dikuasai seperti Public speaking, Teknologi Pembelajaran, Adminitrasi guru dan kelas, Konsep Mengajar, Pemahaman psikologi anak Kreativitas.
  2. Pendidikan dan Pelatihan, Guru merupakan profesi yang berpotensi memiliki batas minimum akademik yang terus naik. Dulu, seorang dapat menjadi guru setelah lulus sekolah pendidikan guru atau setara sekolah menengah atas. Kemudian naik lagi harus bergelar diploma, dan saat ini, minimal seorang yang ingin menjadi guru harus menyelesaikan pendidikan strata satunya (sarjana). Mengingat hal itu, sangat mungkin jika beberapa tahun ke depan, seorang guru harus menempuh pendidikan atau pelatihan tertentu yang standarnya lebih tinggi lagi.
  3. Penelitian, Saat ini memang guru belum diberikan kewajiban untuk membuat penelitian pada proses pembelajaran atau tugasnya di sekolah. Beda seperti dosen yang menjadikan penelitian sebagain bagian dari tri dharmanya. Namun, sekali lagi, perubahan dapat saja terjadi. Bagaimana saat ini dunia pendidikan dalam skala global sudah menjadikan guru sebagai profesi yang dapat memberikan solusi-solusi dalam bentuk penelitian tindakan kelas (action research), lesson study, atau pun pengembangan media ajar. Guru Indonesia pun tidak boleh kalah.
  4. Karya Tulis, Karya tulis yang dimaksud adalah karya dalam bentuk tulisan baik bersifat referensi, seni, ataupun sekadar opini. Karya tulis tersebut dapat menjadi penilaian yang sangat baik terhadap kinerja guru. Dengan menulis artinya kita sudah berbagi banyak hal, dan tentu ini akan menjadi peluang dalam menaikkan karir dan kepercayaan. Beberapa hal yang dapat dibuat oleh guru-guru seperti Menulis buku pelajaran, Menulis buku referensi, Menulis buku pendidikan popular, Menulis cerpen anak, Menulis artikel jurnal, Menulis essai ataupun opini.
  5. Organisasi, Aneh rasanya jika guru enggan untuk ikut dalam organisasi keprofesian ataupun organisasi untuk menunjang relasi dan karirnya sebagai seorang guru. Mengikuti organisasi bagi seorang guru adalah salah satu cara efektif untuk mengembangkan diri. Dalam berorganisasi kita dapat saling berbagi pengalaman dan menunjukkan eksistensi diri sehingga berpeluang mendapatkan kesempatan demi kesempatan untuk terus menjadi guru yang berkualitas, baik di dalam ataupun di luar kelas. Beberapa organisasi profesi keguruan adalah PGRI, IGI, PERGUNU, FGM dan masih banyak lagi yang lainnya.

Era perubahan terus berlangsung, dan guru adalah salah satu kawannya. Menjadi guru berarti menjadi ikon perubahan. Pendidikan tanpa guru yang tidak mau berbenah dan menyesuaikan diri dengan perubahan, maka akan menjadi pendidikan usang. Pendidikan usang akan berdampak pada sumber daya manusia yang usang. Sumber daya manusia yang usang akan menjadikan negara ini jalan di tempat atau mungkin mundur ke belakang. Kita mulai dari diri kita sebagai seorang guru, maka sejatinya kita sedang berjalan, melangkah lalu berlari membawa bangsa ini berada ditempat yang layak.

Jika buku adalah jendela dunia, maka guru adalah tangan-tangan yang membukanya.

Oleh: Ahmad Hidayat, M.Pd (Guru SDN Tugu Selatan 03 Jakarta Utara & Ketua Ikatan Alumni PGSD UNPAK)