Pesan Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir Saat Milad ke-107 Aisyiyah di Surakarta

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir.

DEPOKNETWORK.COM – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir hadiri Resepsi Milad ke-107 ‘Aisyiyah yang digelar di Universitas ‘Aisyiyah Surakarta pada Minggu (19/5/2024).

Turut hadir di acara ini Ketua PP Muhammadiyah Agung Danarto, Busyro Muqoddas, Dahlan Rais, Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti, dan juga Ketua Umum PP ‘Aisyiyah Salmah Orbayinah beserta jajaran.

Memulai amanat, Haedar menyampaikan selamat milad ‘Aisyiyah yang sudah seabad lebih serta kiprah yang luar biasa atas pengkhidmatan untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.

“Telah bergerak nyata, melintasi zaman, tidak hanya di pusat-pusat kota, tapi juga sampai di yang terjauh, juga sampai dunia internasional,” kata Haedar.

Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan ‘Aisyiyah sebagai pelopor gerakan perempuan Islam di dunia memiliki nilai dasar yang bertumpu pada nilai-nilai keislaman.

Nilai dasar ini menjadi kacamata ‘Aisyiyah dalam memandang kaum perempuan.

Hadirnya ‘Aisyiyah menjadikan perempuan tidak hanya berperan di dapur, namun juga berperan di ranah publik ‘Aisyiyah memandang perempuan memiliki derajat sama dengan laki-laki di ruang publik.

Islam di Indonesia sebelum ‘Aisyiyah lahir, memandang perempuan hanya berperan di ranah domestik, karena berpandangan konservatif.

Lalu kemudian di awal abad 20 karena pengaruh Barat yang liberal, menjadikan perempuan bebas berperan dan serba boleh.

“Sadar atau tidak, ‘Aisyiyah itu sudah mengambil posisi yang wasathiyah. Dan berada diantara pandangan yang kanan dan kiri, dan ini menjadi posisi yang menjelaskan kita,” katanya.

Haedar berpesan nilai tengahan yang ada di ‘Aisyiyah harus dijaga agar tetap hidup dan diperkaya.

Nilai tengahan atau wasathiyah ‘Aisyiyah ini disandingkan oleh Nyai Walidah dengan nilai kemajuan yang genuin lahir dari Agama Islam.

Meski tidak belajar dari Barat, tapi Nyai Walidah Dahlan mempelajari dan mendalami Alquran dari Kiai Ahmad Dahlan dan Ayahnya.

Dari proses belajar itu lahir pemikiran nilai tengahan yang berkemajuan sebagai dasar gerakan kaum perempuan.

Pandangan maju yang dimiliki oleh Nyai Walidah mengantarkannya sebagai perempuan pertama yang berpidato dalam Kongres ke-15 Muhammadiyah pada 1926 di Surabaya.

Di masa itu, Nyai Walidah telah membuktikan kehadiran perempuan bukan lagi sebagai penonton, namun ia telah membuktikan bahwa kaum perempuan juga bisa memimpin dan duduk sama-sama dengan kaum laki-laki.

Pandangan maju yang dimiliki oleh Muhammadiyah-‘Aisyiyah pada Muktamar ke-48 dimodifikasi sebagai Risalah Islam Berkemajuan dan Risalah Perempuan Islam Berkemajuan.