Sosialisasi Dapil di Bekasi, Nur Azizah Tamhid: Refleksikan Cinta NKRI Melalui Mosi Integral Natsir!

Nur Azizah Tamhid

Bekasi – Anggota DPR/ MPR RI Hj. Nur Azizah Tamhid, B.A., M.A. menyebutkan bahwa salah satu upaya merefleksikan kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah dengan tidak melupakan sejarah perjuangan para pahlawan dan ulama di negeri ini.

Salah satunya Muhammad Natsir, yang pada tanggal 3 April 1950 berperan besar terhadap terbentuknya NKRI yang merupakan salah satu pilar negeri ini. Hal itu disampaikan Nur Azizah pada Kamis (08/04/2021), dalam agenda Sosialisasi Empat Pilar MPR RI atau Sosialisasi Daerah Pemilihan (Sosdapil).

“Kita tahu melalui KMB (Konferensi Meja Bundar), Belanda memecah-mecah Indonesia menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat), selanjutnya pada 3 April 1950, Mohammad Natsir sebagai Ketua Fraksi Partai Masyumi saat itu, di Parlemen RIS mengusulkan pembubaran RIS untuk Kembali menjadi NKRI”, kata Nur Azizah Tamhid.

Dia melanjutkan, melalui Mosi Integral Mohammad Natsir ini menunjukkan bahwa para tokoh muslim seperti Muhammmad Natsir saat itu sangat berperan kuat dalam menjaga, menyatukan, serta menyelamatkan Indonesia dari perpecahan.

Dalam agenda yang dihadiri oleh perwakilan anggota organisasi pemuda kota Bekasi “Gema Keadilan”, Ketua DPRD Kota Bekasi, Chairuman J Putro, B.Eng., M.Si, Ketua DPD Gema Keadilan Kota Bekasi, Muhammad Kamil, Sekertaris DPD Gema Keadilan Kota Bekasi, Haidi Priyatna,. Pada kesempatan ini Nur Azizah turut menyampaikan bahwa slogan Jas Merah dan Jas Hijau harus benar-benar diterapkan.

“Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, serta pula harus ada Jas Hijau, Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama. Empat pilar yang terdiri dari Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika itu merupakan warisan perjuangan para pahlawan Indonesia yang sebagian besar merupakan para ulama”, jelas Nur Azizah.

Abdussalam, salah satu peserta Sosdapil, menambahkan, terkait NKRI ini, masyarakat Indonesia harus mengetahui dengan betul bahwa Mosi Integral Mohammad Natsir itu sebagai bagian dari sejarah NKRI.

“Harus dijelaskan dengan baik dalam sejarah negeri ini bahwa mosi integral Natsirlah, yang kemudian berjasa untuk mengembalikan NKRI. Harusnya tanggal 3 April itu menjadi hari NKRI, untuk mengenang jasa-jasa M. Natsir”, papar Abdussalam.

Dia Menambahkan, bahkan dalam hal ini pun banyak politisi yang tidak memahami akan sejarah ini. Maka dari itu saya sangat bersyukur bahwa saat ini banyak aktivis Islam dan juga partai politik Islam yang mensosialisasikan Mosi Integral M. Natsir. Ini adalah bagian dari sejarah yang tidak terpisahkan.

Nur Azizah Tamhid
Peserta dan Tamu Undangan Kegiatan Sosialisasi Empat Pilar (Foto: Istimewa)

Menanggapi hal tersebut menurut Nur Azizah Tamhid memang sudah sepantasnya setiap tanggal 3 April ini menjadi Hari Nasional NKRI. Mosi Integral ini merupakan bukti komitmen tokoh-tokoh Islam terhadap NKRI, dalam melahirkan NKRI itu sendiri.

“Ini merupakan teladan yang diwariskan M. Natsir untuk kita semua, agar kita senantiasa mencintai serta menjaga keutuhan NKRI ini. Jangan sampai paham-paham radikal seperti liberalisme, sekularsime, serta upaya-upaya untuk memecah belah bangsa itu menciderai NKRI, tentu itu pun juga akan menciderai amanat para pendiri bangsa terutama Mohammad Natsir”, tanggapnya

“Yang kurang di Indonesia saat ini adalah keteladanan, mudah-mudahan para pemimpin saat ini juga dapat menjadi teladan dalam mengimplementasikan keempat pilar, maka Insya Allah selamat dunia akhirat”, ujarnya.

Nur Azizah membeberkan beberapa fenomena yang terjadi saat ini ada oknum-oknum yang berusaha memecah belah Kebhinekaan negeri ini.

“Beberapa fenomena yang terjadi saat ini ada oknum-oknum yang berusaha memecah belah Kebhinekaan negeri ini. Seperti upaya-upaya sekularisasi dan liberalisasi misalnya. Upaya memisahkan kepentingan beragama dan bernegara, tentu itu melanggar hak dalam beragama dengan baik. Pancasila merupakan legalisasi bagi setiap warga negara Indonesia dan umat beragama untuk berkiprah di ranah publik. Jika dilarang, artinya juga telah melanggar hak-hak warga negara Indonesia untuk beragama dengan baik”, beber Nur Azizah.

Sementara itu, Chairuman turut membenarkan, menurutnya, dalam bernegara bukan kita menjauhkan dari agama, tapi harus menjadikan agama itu sebagai sumber kekuatan untuk mempertahankan keutuhan sosial sehingga berbasis moral, membangun etika, dengan begitu kita dapat menjadi bangsa yang semakin kuat.

“Orang yang masih memarginalkan agama dapat dipastikan dia bukan seseorang Nasionalis apalagi Pancasilais. Hal-hal yang prinsipil seperti agama itu justru harus dijadikan dasar untuk menjaga keutuhan NKRI”, pungkasnya. (Apri)