Wabah, Ujian ataukah Azab?

Muhammad Sodiq
Muhammad Sodiq, Penyuluh Agama Islam Kota Depok. (Foto: Istimewa).

Musibah adakalanya ujian dan adakalanya merupakan azab yang disegerakan di dunia. Dari mana kita mengetahui bahwa sebuah bencana dan musibah adalah ujian ataukah azab? Apabila musibah itu ditimpakan kepada orang-orang shalih yang taat kepada Allah ta’ala maka ia adalah ujian yang meninggikan derajat mereka dan melipatgandakan pahala mereka di akhirat. Musibah yang berupa ujian ini ditimpakan oleh Allah kepada orang-orang yang dikehendaki kebaikan pada dirinya, seperti para nabi, para wali, para ulama yang mengamalkan ilmunya dan orang-orang shalih lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang bermakna :“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya” (HR al-Bukhari).

Dari hadits ini dapat dipahami bahwa seseorang yang dikehendaki kebaikan dan derajat yang tinggi pada dirinya maka Allah melindunginya dari musibah agama dan menimpakan berbagai musibah dunia pada dirinya, anaknya, hartanya atau orang yang ia cintai. Musibah agama adalah seperti meninggalkan shalat limat waktu, berjudi, berzina, mencuri, dan lain sebagainya. Sedangkan musibah dunia sangat banyak bentuknya. Di antaranya kemiskinan, sakit,termasuk wabah corona yang sedang merajalela, ditinggal mati orang yang dicintai, diperlakukan buruk orang lain, dan lain sebagainya.

Semakin taat seseorang dan semakin banyak ia melakukan kebaikan maka semakin besar dan berat ujian yang Allah timpakan kepadanya. Sebagaimana kita tahu, manusia yang paling taat adalah para nabi. Musibah yang menimpa mereka tentu lebih banyak dan lebih berat dibandingkan dengan manusia pada umumnya.

Nabi Nuh diuji dengan anak dan istrinya yang tidak mau beriman. Beliau juga dicaci dan seringkali dipukuli sampai pingsan ketika menyampaikan dakwah kepada umatnya. Nabi Ibrahim diuji dengan dilemparkan ke api yang berkobar-kobar dan tidak dikarunia anak sampai usia lanjut. Nabi Zakariyya meninggal digergaji. Nabi Yahya kepalanya dipenggal. Banyak nabi di kalangan Bani Israil yang mati dibunuh sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 87 dan surat al ‘Imran ayat 181.

Nabi Ayyub diuji dengan sakit selama 18 tahun dan dimatikan seluruh anaknya dan dilenyapkan seluruh hartanya. Nabi Muhammad diuji dengan cacian dari kaumnya, dijatuhkan kotoran dan jeroan unta pada kepala dan badannya saat sujud, dilempari batu sampai berdarah, ditinggal mati oleh istri tercintanya, ditinggal mati oleh putranya saat masih bayi, meninggalkan kampung halaman yang sangat beliau cintai, mengalami demam tinggi dua kali lipat dari demam paling tinggi yang dialami manusia pada umumnya dan lain sebainya. Oleh karena itu semua, Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang bermakna : “Manusia yang paling berat musibahnya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang di bawah derajat mereka, kemudian orang-orang yang di bawah derajat mereka. Seseorang diuji berdasarkan sekuat apa ia pegangteguh agamanya” (HR at-Tirmidzi, Ahmad, dan lainnya).

Sedangkan bencana dan musibah yang merupakan azab adalah yang ditimpakan kepada para pelaku dosa dan maksiat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirmanyang memiliki makna : “Dan musibah apa pun yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan dosa kalian sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahan kalian)”. (QS asy-syura: 30)

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal:

Pertama, bagi seorang Mukmin, musibah yang menimpanya, baik musibah itu ujian ataupun azab, adalah kebaikan baginya apabila dihadapi dengan sabar dan ridha. Jika berupa ujian maka musibah itu akan meninggikan derajatnya dan melipatgandakan pahalanya di akhirat. Dan jika berupa azab maka azab di dunia itu akan menggugurkan azab baginya di akhirat kelak. Dan hal itu lebih baik baginya. Karena azab di akhirat jauh lebih berat dan lebih pedih dibandingkan azab dunia.

Kedua, sedangkan bagi orang kafir, bencana dan musibah apa pun yang menimpanya di dunia tidaklah bermanfaat sama sekali baginya di akhirat.

Ketiga, jika seseorang mulai berbuat taat dan mulai meninggalkan hal-hal yang diharamkan lalu ditimpa berbagai musibah maka itu adalah ujian baginya. Apakah ia akan terus melanjutkan ketaatan ataukah ia kendor semangat lalu meninggalkan ketaatan itu.

Keempat, jika seseorang ditimpa musibah dan bencana setelah ia berbuat maksiat dan dosa maka yang semestinya dia lakukan adalah menyegerakan tobat dengan sungguh-sungguh dari semua dosa yang pernah ia lakukan.

Kelima, kemungkaran jika sudah merajalela dan tidak ada satu pun yang berupaya mencegahnya maka tunggulah saatnya Allah akan menurunkan azab kepada semuanya. Yang shalih maupun yang fasik, semuanya terkena azab.

 

Penulis :Muhammad Sodik Sayuthi (Penyuluh Agama Islam Kota Depok)