DEPOKNETWORK.COM – Forum Diseminasi Hasil Riset dari para peneliti FISIP UI tentang Violent Extremism (Ektremisme Kekesaran) diadakan secara daring, Selasa (31/3/2021). Turut hadir founder Drone Emprit, Ismail Fahmi dan Perwakilan Tokoh Agama dan Masyarakat Kota Depok.
Salah satu perwakilan Muhammadiyah, Dani Yanuar Eka Putra yang juga Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kota Depok berkesempatan menyampaikan pandangan pada forum tersebut. Secara lugas Dani yang juga Tokoh Muda Depok ini mengurai pandangan yang berisi akar masalah hingga resolusi yang ditawarkan.
“Akar masalah Violent Extremism adalah Injustice (Ketidakadilan). Terutama soal penganak tirian pasal 5 Pancasila. Gap yang terlalu curam antara kaya dan miskin dalam kesejahteraan ekonomi dan edukasi berpotensi melahirkan Violent Extremism. Jika negara berani dengan vulgar melawan Violent Extremism dalam agama, maka negara wajib melawan Violent Extremism dalam bentuk Ekonomi”, tegasnya.
Dani melanjutkan dengan menawarkan solusi, pertama negara tak boleh pilih kasih dalam menerapkan Pancasila. Kelima sila adalah kewajiban konstitusi kepada siapapun pengemban amanah kekuasaan. Selain itu, dalam penafsirannya libatkan semua pihak, terutama mereka yang memiliki andil besar dalam perumusannya. Agar apa yang dimaksud dari Pancasila tetap sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa.
“Kedua, negara wajib memaksa para pemilik modal besar untuk didistribusikan kepada seluruh anak bangsa. Tidak boleh ada satupun yang memiliki kekayaan melampaui kekayaan negara. Ketimpangan yang besar akan melahirkan kecemburuan yang berdampak pada kriminalitas. Hal ini termasuk bagian dari Violent Extremism”, pungkasnya.
Masih dikatakan Dani, poin ketiga memperbanyak ruang dialog/diskusi. Diskusi antara akademis, praktisi, tokoh masyarakat dan masyarakat adalah sebuah ikhtiar penting dalam wujud pertukaran gagasan dan fikiran.
“Selain itu juga diperlukan keterbukaan kampus untuk sering membuka ruang dialog antara masyarakat kampus dengan masyarakat di sekitar kampus. Misalkan Universitas Indonesia membuat kegiatan rutin dialog dengan masyarakat sekitar. Misal, dialog antara mahasiswa dengan kalangan pemuda di kampung sekitar. Sudah seharusnya UI menjadi kampus yang inklusif, bukan eksklusif. Eksklusivitas UI terlihat dari semakin berkurangnya Mahasiswa/dosen yang terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,” tutup Dani. (ed)