“Pemuda adalah harapan bangsa, dan mahasiswa sebagai titik tolak perwujudan harapan itu“
Secara historis, pemuda kerap menempati peranan strategis di hampir setiap peristiwa dalamkonteks melakukan perubahan, tentu ke arah yang tepat. Berdirinya organisasi pemuda pertama (Boedi Oetomo) tahun 1908, merupakan bentuk reaksi perlawanan dari para pemuda dengantujuan awal mengusir para penjajah yang tamak melahirkan penderitaan rakyat.
Tahun 1928, kembali menjadi bukti betapa semangat para pemuda Indonesia untuk merangkul semua tujuan yang seirama hanya demi satu tekad, yakni kemerdekaan mutlak bangsa, menjadiharga mati untuk diperjuangkan. Begitupun pada tahun 1966 dan 1998, sejumlah pemuda yangtergabung dalam berbagai elemen organisasi melakukan perlawanan pada rezim berkuasa hingga terbukti mampu menumbangkan rezim ‘diktator’ saat itu. Sungguh perjuangan tanpa mengintai balas jasa.
Tidak hanya di Indonesia, di hampir setiap perubahan kehidupan sosial-politik di belahan duniapun, pemuda dan mahasiswa menempati posisinya sebagai agen perubahan (agent of social control). Di Prancis misalnya, lahirnya ‘Krisis Prancis’ yang selanjutnya dikenal dengan istilah ‘Krisis Mei’ tahun 1968, tidak lain disebabkan oleh gerakan mahasiswa yang saat itu mengadakan aksi mogok massal.
Kebebasan berpikir dan berpendapat yang sampai saat ini dikenal di Prancis sebagai ideologi tunggalnya, saat itu dikekang oleh penguasa. Pemicu itu yang kemudian melahirkan gerakanyang dikenal dengan nama ‘Gerakan 22 Maret’ (Yazar Anwar: 1981). Di Amerika Latin, juga pernah terjadi persatuan mahasiswa yang luar biasa hebatnya dengan menciptakan musuh bersama, yakni diktator dan kelaparan.
Berbagai momentum penting itulah yang kemudian menjadikan peranan pemuda hingga saat ini masih diperhitungkan dan masih sangat diharapkan untuk tetap berkiprah menjawab segala tantangan kekinian. Hari ini, segala jawaban akan tantangan itu hanya akan terlahir dari ide-ide brilian para mahasiswa yang nota bene sebagai pemuda intelektual-terpelajar melalui gerakan mahasiswanya.
Mengapa harus mahasiswa? Pertanyaan ini mungkin diajukan lantaran ketakutan yang beringas dari segenap kalangan mengingat gerakan mahasiswa hari ini selalu dilandasi dengan semangat juang yang tinggi, tetapi kerap berujung pada tindakan anarkis. Stigma negatif inilah yang melekat erat dibenak rakyat bahwa gerakan mahasiswa (dalam bentuk demonstrasi), hanya akan membawa kepada kericuhan, mereka tidak lagi bersimpati pada aksi-aksi jalanan mahasiswa.
Pada akhirnya, mencari alternatif gerakan ‘baru’ menjadi mutlak untuk dilakukan agar kontrol terhadap ‘pembuat’ kebijakan tetap terjaga, dan tentunya harus membawa manfaaat bagi seluruh rakyat ketimbang melakukan aksi gerakan tanpa kejelasan.
Gerakan Politik
Hari ini, mahasiswa haruslah tetap mengingat bahwa hakekat dari gerakan mahasiswa padaumumnya adalah pembentukan perubahan. “Ia tumbuh karena adanya dorongan untuk mengubahkondisi kehidupan yang ada untuk digantikan dengan situasi yang dianggap lebih memenuhi harapan,” kata Philip G. Albatch.
Secara tegas, Philip juga menekankan dua fungsi gerakan mahasiswa sebagai proses perubahan, yakni menumbuhkan perubahan sosial sekaligus politik.Dalam masyarakat industri, peranan sosialnya lebih menonjol, sedangkan dalam masyarakat yang sedang berkembang peranan politiknya lebih dominan. Sungguh disayangkan ketika para mahasiswa yang hidup di era pasca reformasi ini, kebebasan berekspresi, berpendapat dan berorganisasi yang telah menjadi hak secara mutlak tanpa terkecuali, pada akhirnya mengenyampingkan kebebasan tersebut. Ketidakadilan serta ketertindasan itu sendiri sudah jelas di depan mata: kemiskinan, perampokan uang rakyat, bahkan wabah kriminalitas menjadi masalah sedemikian krusialnya.
Tetapi, yang terjadi malah para ‘pengubah’ itu sendiri seakan menutup mata, telinga, dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang tengah dihadapi bangsa ini. Ketimbang melakukan perlawanan, mahasiswa lebih baik asyik-asyikan nongkrong, hidup berfoya-foya, berorientasi kepada pemenuhan ‘isi perut’. Ditambah lagi, hobi tawuran, tindakan anarkis, dan berbagai kebobrokan kian dipertontonkan, kesemuanya justru tiada berarti apa-apa mengingat bangsa semakin carut-marut di tengah penyakit yang kian hari kian mewabah dewasa ini.
Agen perubahan
Apa yang telah terumus dalam Sumpah Pemuda, bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, adalah hal penting untuk dipahami sebagai pewujud harapan bangsa. slogannya bukanlah sebagai kata pemanis saja, tapi memiliki makna yang sangat dalam.
Sebagai pemuda, wajiblah kiranya membangkitkan kembali semangat dalam diri pemuda-mahasiswa untuk terus berjuang-belajar demi bangsa tercinta. Tanpanya, perjuangan yang dulunya dibangun, perlahan akan redup seketika, dan akan berimbas pada eksistensi bangsa ini ke depannya. Identitas mahasiswa tak ada artinya jika hanya berdiam diri dengan mementingkandiri sendiri.
Sebagai pemuda harapan bangsa, dalam kiprahnya sebagai kelompok yang peka terhadap realitas sosial dan politik yang timpang, pemuda-mahasiswa tetap menjaga identitas tersebut yang padaakhirnya menjadi harapan seluruh rakyat.
Mahasiswa diharapkan memposisikan dirinya sebagai pemuda yang benar-benar berbakti kepadanegara. Setidaknya, memulainya dengan hal sederhana, semisal menjadikan lingkungan kampus lebih aktif dan kondusif, serta mengubah pola pikir bahwa tanpa menjadi pejabat terlebih dahulu mahasiswa mestinya berjuang membela masyarakat yang tertindas.
Mahasiswa mesti menyiapkan diri dan menunjukkan identitasnya sebagai pelopor perubahan. Jangan titipkan sejarah ini kepada orang lain. Pilihannya, menjadi generasi yang menggantikan atau yang tergantikan. Pilihan itu ada untuk dipilih karena sungguhnya ketika mahasiswa tidak siap mengemban amanah perjuangan, akan selalu ada generasi yang siap menggantikannya.
Mahasiswa sebagai agen perubahan, maka mahasiswa juga yang bertanggungjawab menentukan arah bangsa ini ke depan.
Penulis : Suryadi, S.Pd (Redaktur Pelaksana depoknetwrok.com)