Di Tetapkan Sebagai Tersangka, Rachel Venya Tak Di Tahan, Salahkah?

rachel
Di Tetapkan Sebagai Tersangka , Rachel Venya Tak Di Tahan, Salahkah?. (Foto: Istimewa)

Selebgram Rachel Venya ditetapkan tersangka setelah sebelumnya hanya berstatus sebagai saksi dalam kasus dugaan melarikan diri saat menjalani karantina dari Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Pademangan. Uniknya, dalam kasus ini beberapa media meggiringnya dengan diksi yang mengarah pada mengapa tersangka yakni Rachel Venya tak di tahan sesaat setelah ditetapkan sebagai tersangka? Dengan demikian menurut penulis, apa yang dibangun oleh media-media tersebut membangun opini mayarakat dalam media sosial yang selanjutnya dikenal dengan netizen untuk beramai-ramai beropini secara liar dengan lantang menyatakan bahwa hukum di Indonesia tidak benar karena tidak di tahannya Rachel Venya dalam kasus ini.

Teringat akan pesan bijak dari Sun Tzu yang mengatakan “Seni perang tertinggi adalah menaklukan musuh tanpa harus berperang” penulis juga mengamini bahwa senjata yang berbahaya bukanlah senapan tetapi pikiran yang dituangkan ke dalam tulisan. Untuk itu, penulis meyakini bahwa tulisan adalah salah satu senjata alat peperangan untuk melawan kekeliruan, dalam hal ini penulis memerangi kekeliruan konsep penjatuhan pidana versi netizen yang mengomentari kasus Rachel Venya.

Perlu diketahui bahwa alasan objektif yang diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP menyatakan bahwa penahanan dapat dilakukan apabila tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Dengan dasar itu, sangat amat dimungkinkan Rachel Venya tidak ditahan, apa pasal? karena perbuatan yang ia lakukan ancaman pidana penjaranya tidak sampai lima tahun atau lebih.

Dalam kasus ini, diduga Rachel Venya melanggar Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dimana dalam kedua UU a quo ancaman pidana paling lama atau maksimal ialah 1 tahun serta termuat juga dengan ancaman dan/atau denda. Dengan demikian penulis ingin menyoroti Pasal yang dikenakan kepada Rachel Venya untuk mencari argumentasi mengenai salahkah Rachel Venya tak ditahan dan pidana kurungan atau pidana penjara kah yang layak diberikan kepada Rachel Venya dalam perkara ini?

Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana kurungan itu minimal satu hari dan maksimum satu tahun. Apabila merujuk pada UU yang diyakini dilanggar oleh Rachel Venya maka ia layak dikenakan pidana kurungan, bukan pidana penjara. Lantas, apa perbedaan Pidana Penjara dengan Pidana Kurungan? Untuk itu izinkan penulis menguraikannya. Adapun perbedaannya antara lain yakni:
Penjara memiliki batas maksimal pidana yaitu seumur hidup, sementara Pidana Kurungan memiliki batas maksimal pidana yakni 1 tahun; Pidana Penjara tidak dapat menjadi pengganti pidana denda sedangkan pidana kurungan dapat dijadikan pengganti pidana denda; Pidana Penjara berlaku bagi tindak pidana kejahatan (KUHP: Buku kedua tentang Kejahatan) sementara kurungan berlaku bagi tindak pidana pelanggaran, dalam arti hanya diberikan pada tingkat kejahatan yang ringan (KUHP: Buku Ketiga tentang Pelanggaran).

Menurut Memorie van Toelichting, pembentukan pidana kurungan sebagai salah satu pidana pokok didasarkan pada dua alasan yakni perlu suatu jenis pidana yang sangat sederhana berupa pembatasan kebebasan bergerak bagi pelaku tindak pidana yang bersifat ringan; perlu suatu jenis pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak bagi pelaku tindak pidana yang tidak begitu berat.


Dengan demikian, apabila merujuk pada pelanggaran yang dilakukan oleh Rachel Venya serta merujuk ketentuan aturan penjatuhan pidana dalam kedua UU a quo dan aturan dalam KUHAP, penulis tidak mempermasalahkan apabila Rachel Venya tak di tahan dan penulis berpendapat bahwa kelirunya pola pikir keinginan masyarakat media sosial/ netizen untuk dijatuhkannya pidana penjara kepada Rachel Venya ini.

Penulis: Mala Silviani (Mahasiswa Hukum Universitas Pamulang)