Kebahagiaan Yang di Dambakan

Jantungku berdegup kencang ketakutan mendengar ocehan abang sulung, ibu dan ayahku yang sedang bertengkar hebat karena ulahku yang suka jahil pada adik hingga menangis. Ya namaku adalah Nia, aku anak kedua dari tiga bersaudara, aku sangat suka jahil pada adik ku yang masih berumur 5 tahun.

Terkadang aku sebal kepada adik yang selalu ingin ikut dengan ku ketika aku ingin bermain dengan teman-teman ku, kehadiran adik di depan teman-teman membuatku tak nyaman dan marah sehingga aku punya ide untuk menjahili nya.

“Dek, tolong ambilkan kue coklat yang ada di atas kulkas untuk kita makan bersama teman-teman ku nanti di rumah Asan”. Ucapku

” Ocee kak, tunggu aku sebentar yaa”.

Ketika adikku sedang mengambil kue, aku mengendap-endap keluar rumah agar tidak ketahuan oleh adikku dan berlari sekencang mungkin menuju rumah Asan. Sesampainya di rumah Asan, aku sangat senang karena bisa bermain tanpa di ikuti oleh adikku yang cengeng itu.

Ketika sedang asik bermain tiba-tiba aku teringat sesuatu, aku telah melupakan sesuatu yaitu ayahku, aku mempunyai ayah yang sangat galak dan pemarah, dia sangat tidak suka mendengar suara tangisan dirumahnya.

Aku pun bergegas pulang ke rumah untuk mengecek apakah adik menangis karena telah ditinggalkan main oleh ku dan Yap benar dugaan ku, ayah ku sedang berdiri tegap di depan pintu rumah sambil membawa sapu dan dengan tatap tajam yang seperti siap memarahi ku.

“Nia sini kamu,” ucap ayah

“Kamu ini yaa sebagai kakak tidak becus sekali menjaga adiknya, harusnya kamu ajak adikmu bermain bukan malah tinggalkan dia”, gertak ayah

“Aku juga mau main sama teman-teman tanpa adik yah”, terang ku

“Dasar anak suka membantah!!” (sambil melayangkan sapu untuk memukul ku)

Aku menutup mataku dan menunggu sapu itu mendarat di pantatku, tapi sapu itu tak kunjung datang, aku pun memberanikan diri untuk membuka mataku. Ternyata sapu itu di tahan oleh abang agar tidak mengenai ku, ku kira semua ini akan selesai tapi justru ayah semakin marah pada aku dan abangku.

“Ohh kamu juga ingin di pukul, iyaa?!!” ucap ayah dengan penuh emosi.

“Ayah ini berani nya cuman sama perempuan saja,” bantah abang

“Sudah sudah tidak usah berdebat lagi, biarlah sekali-kali Nia bersenang-senang dengan temannya tanpa di ikuti adiknya lagi pula adik sudah tidak menangis lagi,” lerai ibu

Ayah ku tak ingin mengalah sehingga terjadi pertengkaran yang sangat hebat. hal ini sudah sering terjadi, besar atau kecil masalah nya ayahku selalu marah besar dan selalu membuat ku ketakutan, aku selalu berharap memiliki ayah yang sangat peduli dan sayang pada anaknya tapi hal itu mungkin akan hanya menjadi angan-angan saja.

*TAMAT*

 

 

 

 

Oleh: Fatihani Zukhruf – Mahasiswi STEI SEBI