Memperkuat Tata Kelola Risiko Operasional untuk Meningkatkan Keamanan dan Efisiensi Perbankan Syariah

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya transaksi keuangan secara syariah telah mendorong pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Dilihat dari data OJK tercatat bahwa market share perbankan syariah tahun 2023 sebesar 10,94% terhadap total keuangan nasional. Namun, pertumbuhan ini juga bertentangan dengan berbagai risiko operasional yang perlu dikelola dengan baik. Salah satu risiko utama yang dihadapi oleh perbankan syariah adalah pentingnya tata kelola risiko operasional. Risiko ini dapat menyebabkan kerugian finansial, reputasi, dan bisnis yang signifikan. Untuk memitigasi risiko ini, sangat penting untuk mengidentifikasi, menilai, mengelola, dan mengelola risiko operasional dengan baik.

Perbankan syariah dapat mencapai tujuannya melalui peningkatan keamanan dan stabilitas sistem keuangan, efisiensi operasional, dan kepercayaan investor dan nasabah melalui penerapan tata kelola risiko operasional yang kuat. Di sisi lain, tujuan dari penulisan artikel ini yaitu untuk memberikan pemahaman kepada pembaca tentang pentingnya tata kelola risiko operasional bagi perbankan syariah.

Risiko operasional adalah kerugian yang timbul dari kegagalan atau ketidak cukupan proses internal, manusia, atau sistem, atau dari peristiwa eksternal. Ini dapat menyebabkan kerugian finansial, kerusakan reputasi, dan gangguan operasional. Pendapat lain menurut Wahyudi, dkk. (2015), berdasarkan teori Basel II mendefinisikan risiko operasional sebagai “risiko kerugian yang diakibatkan oleh ketidakcukupan atau kegagalan internal proses, orang atau sistem, atau dari kejadian eksternal.” Definisi ini membatasi risiko operasional menjadi dua bagian yaitu: risiko yang terjadi dari kesalahan sistem internal (baik karena sistem itu sendiri maupun human error) dan risiko yang terjadi akibat peristiwa eksternal.

Untuk mengurangi kerugian dan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan, perbankan syariah harus memperkuat tata kelola risiko operasional. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil, di antaranya yaitu: kerangka kerja tata kelola risiko operasional yang lengkap harus mencakup kebijakan dan prosedur yang jelas dan terdokumentasi untuk mengidentifikasi, menilai, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko operasional. membuat kelompok khusus yang akan bertanggung jawab atas tata kelola risiko operasional. Kelompok ini harus memiliki keahlian yang relevan dalam manajemen risiko, perbankan syariah, dan kepatuhan syariah. Memberikan pelatihan dan edukasi kepada karyawan tentang risiko operasional dan pentingnya mitigasi risiko adalah cara untuk menciptakan budaya risiko di seluruh organisasi.

Langkah berikutnya yaitu, meningkatkan identifikasi dan penilaian risiko dengan melakukan brainstorming, analisis skenario, dan survei internal adalah beberapa cara untuk menemukan risiko operasional. Menilai risiko operasional secara menyeluruh dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya, dampak potensial, dan efektivitas kontrol yang ada. Memberikan prioritas kepada risiko operasional berdasarkan tingkat keparahannya dengan penekanan khusus pada risiko yang paling penting.

Untuk meningkatkan pengukuran dan pemantauan risiko operasional, indikator kinerja utama dibuat untuk mengevaluasi seberapa baik sistem manajemen risiko operasional bekerja. Hal ini akan memantau dan melacak tren risiko dan melaporkan secara berkala kepada Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah. Selanjutnya, pengendalian risiko harus ditingkatkan dengan menerapkan kontrol internal yang kuat untuk mencegah dan mendeteksi risiko operasional, membuat rencana tanggap darurat untuk menangani peristiwa risiko operasional yang signifikan, dan rutin menguji kontrol internal untuk memastikan bahwa itu berfungsi dengan baik.

Selanjutnya, langkah yang tidak kalah penting yaitu memperkuat pengawasan syariah terhadap kegiatan operasional bank syariah untuk memastikan bahwa semua produk dan layanan bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Serta meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepatuhan syariah bagi karyawan. Selain itu, penggunaan teknologi informasi untuk mengotomatisasi proses identifikasi, penilaian, dan pemantauan risiko operasional melalui penggunaan perangkat lunak manajemen risiko membantu mengelola risiko operasional secara lebih efisien.

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas, perbankan syariah dapat memperkuat tata kelola risiko operasional, meningkatkan stabilitas dan ketahanan bank, serta mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. Penting untuk diingat bahwa tata kelola risiko operasional adalah proses yang berkelanjutan. Bank syariah perlu secara rutin meninjau dan memperbarui kerangka kerja tata kelola risiko operasionalnya untuk memastikan bahwa bank syariah berfungsi dengan baik dalam menghadapi risiko yang terus berkembang.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penguatan manajemen risiko operasional sangat penting bagi bank syariah. Dengan memperkuat tata kelola risiko operasional, bank syariah dapat meningkatkan keamanan dan efisiensi operasionalnya, meningkatkan kepercayaan nasabah, dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan.

 

 

 

 

Oleh: Hesti Ismawarsih – Mahasiswi STEI SEBI