Soal Putusan Pengadilan Negeri Jakpus Tunda Pemilu 2024, Ini Respon Yusfitriadi

Yusfitriadi
Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi. (Foto: doc.pribadi)

JAKARTA – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus), terkait pengunduran Pemilu 2024, menjadi perhatian banyak pihak.

Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi mengungkapkan, ada 6 hal yang harus diperhatikan.

Pertama, integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.

Menurut Yusfitriadi, menangnya gugatan Partai Prima dalam kasus tahapan verifikasi administrasi menggambarkan integritas dan profesional penyelenggara Pemilu baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dipertanyakan.

“Walaupun kita paham baru putusan pengadilan pertama, dan KPU akan banding. Putusan itu menggambarkan KPU tidak profesional dalam melakukan tahapan verifikasi calon peserta pemilu,” jelas Yusfitriadi dalam keterangannya, Jum’at (03/02/2023).

Kedua, kata Yusfitriadi, membentuk korelasi dengan dugaan kasus-kasus selanjutnya.

Stigma tidak profesional dan tidak berintegritas penyelenggara Pemilu semakin kuat dengan kasus-kasus yang mengiringinya.

“Yang terbaru misalnya, kasus dugaan intervensi KPU RI terhadap KPU Provinsi dan Kabupaten/kota untuk mengubah data hasil verifikasi faktual demi meloloskan partai-partai tertentu serta tidak meloloskan partai tertentu. Kasusnya, saat ini sedang ditangani Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP),” tutur Pengamat Kebijakan Publik tersebut.

Dalam kasus ini pula, sambung Yusfitriadi, Bawaslu seakan tidak berdaya atau mungkin melakukan konspiratif sehingga tidak menemukan pelanggaran tersebut.

Terlebih, lanjut Yusfitriadi, kasus Partai Ummat yang diberikan kesempatan untuk verifikasi faktual.

“Pada akhirnya diloloskan yang sebelumnya sudah ditetapkan tidak lolos sebagai peserta pemilu. Padahal kita tahu, sejak kapan ada mekanisme verifikasi ulang setelah mendapatkan penetapan peserta pemilu,” jelas Yusfitriadi.

Ketiga, isu penundaan pemilu.

Menurut dia, sejak awal jauh sebelum keputusan Pengadilan Negeri Jakpus ini, penundaan pemilu bahkan presiden 3 periode menjadi isu yang sangat menggaduhkan.

Padahal, Yusfitriadi menegaskan, isu tersebut sangat pundamental dalam penyelenggaraan Pemilu di sebuah negara demokratis.

“Maka sangat mungkin putusan Pengadilan Negeri Jakpus ini untuk menyuport desain yang menginginkan pemilu diundur. Tentu saja, ketika pemilu tidak sesuai jadwal maka akan mencederai lebel Indonesia sebagai negara demokratis,” tegas Yusfitriadi.

Keempat, delegitimasi penyelenggara pemilu.

Yusfitriadi menegaskan, ketika putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah menjadi hukum tetap pada tahapan banding, maka pandangan semua pihak termasuk pandangan negara terhadap penyelenggara pemilu akan buruk.

Sehingga, akan berpitensi untuk di take over penyelenggaraan pemilu oleh pemerintah.

“Sekaligus untuk memuluskan agenda pemerintah terkait penyelenggaraan dan sistem Pemilu yang dikehendaki pemerintah,” tutur Yusfitriadi.

Kelima, berdampak pada perubahan undang-undang pemilu.

“Tentu saja ketika pemilu ditunda akan berimplikasi pada perubahan undang-undang penyelenggaraan pemilu yang banyak dan ribet. Sebab, Pemilu 2024 memilih 3 bentuk pemerintahan, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif di semua tingkatan dan pemilihan DPD RI,” tutur Yusfitriadi.

Keenam, dinamika politik yang semakin disruptif.

“Keluarnya putusan Pengadilan Negeri Jakpus ini, semakin mempertegas bahwa bangsa ini seakan-akan sedang dihadapkan kepada situasi politik yang tidak jelas dan membingungkan (disruptif). Seakan-akan bangsa ini dihadapkan pada ketidakpastian hukum, padahal tahapan pemilu sedang berjalan,” pungkasnya.