Ragam  

Selamat Jalan Guru Bangsa, Buya Syafi’i Ma’arif

Yusfitriadi dan Syafi'i Ma'arif
Yusfitriadi bersama Buya Syafi'i Ma'arif. (Foto: dok. Pribadi)

Pada bulan 8 Oktober 2011, Buya Ahmad Syafii Maarif sudah memberikan konfirmasi kepastiannya untuk mengisi Kuliah Umum Peradaban di STKIP Muhammadiyah Bogor, dengan mengangkat tema Pendidikan dan Karakter Bangsa. Posisi saya waktu Ketua STKIP Muhammadiyah Bogor yang baru satu tahun medapatkan Surat Keputusan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Untuk memastikan kembali dan menginformasikan teknis perjalanan Buya Syafii Maarif satu hari sebelum pelaksanaan Studium General tersebut, saya berkomunikasi langsung dengan beliau melalui sambungan handphone. Satu hal yang menarik dalam komunikasi tersebut, ketika belia merespon gagasan saya terkait teknis perjalanan dari Jakarta ke Leuwiliang dengan nada tinggi (setengah marah). Waktu itu saya menyampaikan bahwa panitia akan menyiapkan fore rider atau pengawal jalan. Belum beres saya menjelaskan mengapa harus menggunakan fore rider, Buya Syafii Maarif, sudah meresponnya dengan nada tinggi, dia menolak dikawal menggunakan fore rider, karena menurutnya dia sama saja masyakat biasa yang tidak perlu diistimewakan. Padahal saya mau menjelaskan, karena acara digelar jam 09 pagi, maka kondisi jalan dari keluar tol baranangsiang sampai leuwiliang sedang macet-macetnya. Supaya datang tepat waktu, maka panitia menyiapkan fore rider. Acara mulai jam 9, sementara buya syafii Maarif sampai lokasi kuliah umum jam 11. Walaupun antusisme peserta kuliah umum tidak bergeser sedikitpun, mereka tetap menunggu sampai beliau naik ke atas podium. Sesampaikan di tempat acara saya langsung menyambutnya dan ketika saya bersalaman beliau berbisik, kamu benar harus menggunakan fore rider, karena sepanjang jalan saya bergumam, ini kok ga sampe-sampe. Mungkin bukan jaraknya, karena macetnya yang luar biasa. Beliau terlihat sangat antusias melihat anak muda di pelosok yang menggagas sebuah program besar untuk menanamkan karakter kepada anak bangsa yang bernama pendidikan tinggi. Bahkan beberapa bulan kemudian saya mendapatkan telpon dari kawan-kawan di beberapa propinsi, ketika buya mengisi acara di propinsinya, buya kerap menceritakan pengalamannya mengisi kuliah umum di STKIP Muhammadiyah waktu itu. Buya meceritakan apresiasi dan kebanggaannya terhadap anak muda di peloso sana mampu mewujudkan perguruan tinggi, dan cerita tersebut merembet dari mulut ke mulut.

Sekian lama tidak berdiskusi dan ngobrol santai dengan Buya Syafii Maarif, pada tanggal 21 Januari 2022, saya kembali dipertemukan dengan Buya Syafii Maarif. Kali ini saya bersama Bung Budiman Sudjatmiko ditemani oleh beberapa kawan dari Angkatan Muda Muhammadiyah Yogyakarta. Sebelum menemui beliau, saya sering mendengar cerita, kalau ingin bertemu dengan Buya Syafii Maarif, datanglah ke Mesjid Nogotirto Gamping Yogyakartya pada waktu sholat 5 wajib 5 waktu. Benar saja saya dan rombongan sudah sampe di masjid tersebut sebelum waktu magrib dan Buya sudah berada di masjid itu, terlihat dipojokan sedang membaca Al qur’an sebelum masuk waktu sholat magrib. Kamipun hanya bisa menyaksikan dari kejauhan dan tidak juga berani menyapa. Setelah sholat magrib berjama’ah baru kami berani menyapa dan menyampaikan maksud kami ingin berdiskusi dan ngobrol dengan beliau. Beliau memberikan pilihan tempat, mau di masjid ini sambil menunggu waktu sholat isya atau mau di rumah, yang kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dengan masjid tersebut. Akhirnya kami lebih memilih diskusi di masjid. Ketika saya, bung budiman dan beberapa kawan sudah beres menyampaikan beberapa hal terkait gagasan kaum muda untuk menjadikan bangsa indonesai yang kuta, mandiri dan bermartabat, buya meresponnya dengan penuh semangat dan sangat berenergi, walaupun waktu itu secara fisik sudah terlihat renta.

Dua peristiwa di atas, merupakan pengalaman yang sangat berharga dan membanggakan bagi saya bisa bertemu dan berdiskusi langsung dengan sang guru bangsa. Selain buya yang selalu menggelorakan spirit untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu saja buya merupakan tokoh bangsa yang selalu mengajari ummat Islam Indonesia dalam konteks Islam dalam bingkai Keindonesiaan. Bagi saya spirit itu sangat penting karena bangsa ini dibangun dengan keragaman dan kenusantaraan. Selain itu, saya melihat betul bagaimana buya mengapresiasi dan memberikan perhatian yang tinggi terhadap gagasan, kreatifitas dan innovasi kaum muda untuk kekuatan, kemandirian dan martabat bangsa Indonesia. Karena kita sadar betul tidak mudah merawat keragaman di tengah keanekaragaman suku, agama, ras dan anatar golongan.

Kini sang guru bangsa Buya Syafii Maarif sudah meninggalkan kita semua untuk selamanya, tepat pada hari Jum’at tanggal 27 Mei 2022 jam 10.15 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Sulit rasanya untuk bisa menemukan kembali sang guru bangsa tersebut, dengan berbagai kearifan dan kebijaksanaannya. Selamat guru bangsa, selamat beristirahat dengan tenang. Insya Allah syurga untukmu. Kami sebagai anak bangsa hanya bisa berharap akan lahir kembali guru-guru bangsa pengikut spiritmu dengan kesejukan, kearifan dan kebijaksanaan. Karena bangsa ini butuh spirit yang humanis untuk bisa merawat dinamika kebangsaan di Republik Indonesia. Selamat Jalan Guru Bangsa.

 

 

Penulis: Yusfitriadi (Ketua Visi Nusantara Maju dan Bendahara Umum PP. Pemuda Muhammadiyah Periode 2006-2010).