LS-Vinus Gelar Konferensi Pers Hasil Pemantauan Fit and Proper Test Komisioner Bawaslu RI dan KPU RI

Yusfitriadi
Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi. (Foto: doc.pribadi)

Bogor – Lembaga Studi Visi Nusantara (LS-VINUS) menggelar konferensi pers hasil pemantauan terhadap Fit and Proper Test Calon Komisioner Bawaslu RI dan KPU RI Periode 2022-2027, Kamis (17/02/2022).

Direktur LS-VINUS Deni Gunawan menuturkan, mengapresiasi kepada komisi II DPR RI yang telah melakukan Fit and Proper Test karena sudah terbuka dalam penyelenggaraan proses Fit and Proper Test secara langsung melalui Youtube.

Yang menjadi perhatian kami, kehadiran seluruh fraksi partai dari awal sampai akhir ada konsistensi dan semangat dalam proses test.

“Ini menunjukan ada kepedulian terhadap penyelenggaraan pemilu kita,” ujarnya.

Deni menjelaskan, banyak hal-hal yang cukup janggal pada Fit and Proper Test , terutama yang menunjukkan isyarat kedekatan.

Lebih lanjut, Deni menyebutkan bahwa ada beberapa poin yang cukup penting untuk dikritisi yaitu gangguan teknis pada Live Streaming Youtube, Etika Dewan/Profesionalisme yang janggal, indikasi pembunuhan karakter calon komisioner KPU dan komisioner Bawaslu, serta aspirasi masyarakat tentang calon KPU dan Bawaslu yang tidak diperhatikan saat Fit and Proper Test.

“Selama pemantauan banyak hal yang janggal, salah satunya etika dewan yang menunjukkan kedekatan atau kode-kode tertentu kepada beberapa calon komisioner. Sebetulnya tidak masalah selama itu dilakukan kepada semua peserta, tapi faktanya hanya kepada segelintir orang saja,” tegas Deni.

Kemudian, hasil pemantuan LS-VINUS ini juga ditanggap oleh Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju Yusfitriadi.

Dirinya mengomentari bahwa beberapa anggota Komisi II DPR RI kurang beretika karena muncul pujian, harapan, dan menampilkan sosok dan mengenalkan dapilnya kepada beberapa orang calon.

“Ini seakan-akan didorong sudah jadi, sebetulnya ga masalah kalau perlakuannya sama. Tapi ini perlakuannya berbeda,” kata Yus.

Yusftiradi juga menuturkan, pada aspek ini tidak ada etikanya. Karena calon 1 riuh dukungan, calon 2 sepi dukungan, maka itu yang menjadi masalah.

“Pada 10 Februari beredar nama-nama hasil kesepakatan koalisi politik dan hasilnya sama dengan yang lolos hari ini. Jadi, ketika FPT itu seolah sudah tau hasilnya,” tegas Yusfitriadi.

Mengenalkan daerahnya itu tidak professional karena kita mengedepankan kebhinnekaan.

FPT itu tinggal masalah politis, masalah kapasitas dll itu selesai di Timsel. Maka di fpt itu masalah politisnya. Ada sebuah kelompok yg lolos sampai 5 orang, ada juga kelompok besar yg sama sekali 0.

Apakah ke depan proses penyelenggaraan pemilu itu mencerminkan kebhinnekaan/kenusantaraan? Maka ini menjadi perhatian para stakeholder dan juga Kemendagri, untuk seleksi pada provinsi dan kab/kota harus mencerminkan kebhinnekaan.

Kemudian pendiri Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti juga menanggapi Fit and Proper Test tersebut secara kritis.

Menurut Ray, FPT ini seperti terkesan kurang menyeluruh dan terkesan ada kampanye orang per orang, ada penyebutan semoga sukses, kalau ke semua calon itu tidak apa-apa, tapi ini tidak semua. Apalagi ada penyebutan dapil.

“Ini kan menimbulkan kecurigaan publik , yang terlihat ada kedekatan dengan parpol. Pada akhirnya ketika mereka terpilih itu ada beban tersendiri kepada para anggota komisi II di DPR RI,” jelas Ray.

Ray menyebutkan, sudah muncul kecurigaan orang bahwa yg lolos ini belum tentu professional dan independen. Seolah-olah dapat perlakuan khusus dari parpol, dan ini menimbulkan kecurigaan publik.

“Ini pertama kali dalam pelaksanaan Fit and Proper Test yang paling mudah ditebak. 70 persen yang kita prediksi itu lolos pada FPT. Dan sekarang itu 90 persen itu benar prediksi kita,” katanya.

Lanjut Ray, kita harus mulai memikirkan model test seperti ini. Dari 13 orang penyelenggara pemilu, hanya 1 yg tidak berasal dari mantan anggota penyelenggara, yg lainnya yg lolos itu mantan penyelenggara pemilu baik di pusat atau di daerah.

Situasi ini positif kata dia, tapi ada kecurigaan bahwa yang lolos itu apakah sudah ada jaringan diantara mereka dengan parpol. Indepensi penyelenggaran pemilu itu jadi ancaman, karena nanti ada kemungkinan berpihak kepada parpol tertentu. Bahkan organisasi sebesar Muhammadiyah tidak ada / tidak lolos, khususnya di KPU.

“Kata-kata mitra dengan parpol itu salah. Keren seperti contoh kemarin, ada salah satu komisi sekian bekerjasama dengan Brin dalam distribusi alat-alat UMKM,” ujarnya.

Ray juga menegaskan bahwa kata-kata dapil yang disebut anggota DPR Komisi II itu menunjukkan interest yang cukup tinggi.

“Yang harus ditekankan kepada mereka ada 2 yaitu independensi dan professional,” pungkasnya.

Kemudian, penanggap selanjutnya yaitu Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw.

Menurutnya, dari hasil pemantauan oleh LS-VINUS itu ada yang terkonfrimasi antara kedekatan parpol dengan calon komisioner, dengan kemunculan viralnya nama-nama yang muncul di sosial media, dan cocok dengan hasil dari Fit and Proper Test.

“Ada komunikasi yang terbangun di antara para calon dengan perorangan atau dengan lembaga partai politik yang ada di DPR RI. Ini terkonfirmasi dengan viralnya nama-nama calon anggota yang beredar di media sosial,” pungkasnya.

Lanjut Jeirry, penting bagi kita untuk mengawal kinerja Bawaslu dan KPU yang baru ini. Karena bisa aja ada tendesni-tendensi yang mengganggu atau memengaruhi kinerja mereka ketika bekerja dan sudah dilantik.

“Seleksi di DPR RI itu pada dasarnya tinggi dan ideal, saking idealnya DPR jadi terbawa. Bahkan ada komentar dari DPR terkait nama-nama calon yang viral yaitu DPR membantah adanya nama-nama yang sudah disepakati,” kata Jeirry.

Menurutnya, hal tersebut sudah sengaja dibuat untuk menguatkan bahwa DPR sudah menjalankan sesuai mekanismenya.

 

(Dn/pr)